Pengantar
Bagian
pertama dari Mazmur 66 ini berisikan puji-pujian jemaat untuk memasyhurkan
Allah karena Ia telah memimpin umat-Nya sampai mereka pulang dari pembuangan.
Allah yang tetap setia akan perjanjian-Nya kepada umat yang telah dipilih-Nya.
Kesetiaan Allah itu telah dirasakan dan dialami oleh pemazmur sebagai sesuatu
yang hendak menyatakan kepadanya siapakah sesungguhnya Allah yang mereka sembah
tersebut.
Setidaknya
ada 3 (tiga) bagian yang patut kita renungkan dari perikop firman ini:
Pertama,
siapakah Allah yang dikenal oleh pemazmur sehingga musuh pun harus
menyembah-Nya? (ayat 1-4). Kedua, apa yang telah diperbuat Allah terhadap
umat-Nya, dan bagaimana menyaksikan perbuatan Allah tersebut? (ayat 5-6). Dan
yang ketiga, bagaimana kuasa Allah terhadap dunia keseluruhan (ayat 7).
Analisa dan Tafsiran
Ayat 1-4 : Pada umumnya menurut banyak
sarjana, agaknya Mazmur ini berasal dari zaman sesudah pembuangan, ketika Bait
Suci yang kedua (yang dibangun oleh Ezra dan Nehemia) telah selesai. Kata
Bersorak-sorai (Ibrani: ru, Latin: Jubilate) sering dipakai oleh orang
Ibrani, apakah itu dalam penggunaan negatif (misalnya dalam teriakan menyoraki
“maling”) ataupun dalam hal yang positif (misalnya teriakan tentara yang akan
bertempur, atau menyambut kedatangan raja) adalah suara lantang yang
diungkapkan dengan sepenuh hati, tidak setengah-setengah. Dengan cara yang
seperti itulah Allah diperkenalkan oleh pemazmur sebagai Allah Yang Maha Kuasa,
yang telah menunjukkan banyak sekali karya dan pekerjaan-Nya, yang menghadirkan
kekuatan yang besar sehingga musuh pun menjadi tunduk di bawah kuasa-Nya. Siapapun
tokoh atau pun bangsa yang mencoba untuk memusuhi Allah (Israel), mereka akan
mengaku kalah dan tunduk mengaku Dia-lah yang menang (bnd. Mazmur 2:10-12),
bahkan seluruh bumi sujud dan memuji nama Allah (ayat 4).
Dalam upacara sesudah
kemenangan di Timur tengah kuno, musuh yang dikalahkan haruslah mempertuankan pemenang
di depan umum. Tetapi ajakan pemazmur untuk memuliakan Allah di sini bukanlah
dengan paksaan, tetapi karena kemuliaan memang merupakan hakikat Allah itu
sendiri. Kemuliaan bukan milik kita, namun hanya milik Allah semata. Allah yang
telah memelihara dan menunjukkan perbuatan-perbuatan yang ajaib untuk
menyelamatkan umat-Nya.
Pemazmur mengajak setiap
bangsa (seluruh bumi) untuk turut serta memuji Allah. Jerome (penerjemah
Alkitab ke dalam bahasa Latin, Vulgata)
pernah mengatakan,”confession of sin is
praise of God” (memuji Allah adalah dengan mengakui dosa kita), tentu hal
ini benar adanya dan merupakan langkah awal kerendahan hati kita untuk bertemu
dengan Allah. Namun pemazmur dalam bagian ini mengajak kita untuk bertindak
lebih dari itu, tidak cukup hanya mengakui dosa, tetapi bangsa/umat yang memuji
Allah adalah mereka yang juga mau dan mampu “mendaftarkan” setiap perbuatan
keagungan Allah dalam pengalaman hidup mereka.
Ayat 5-6 : Dalam konteks sesudah pembuangan,
ketika mereka telah kembali ke tanah Palestina (walaupun belum bisa dikatakan benar-benar
merdeka, karena mereka adalah negara boneka Persia), pemazmur kembali mengajak
umat untuk mengingat kembali setiap perbuatan-perbuatan Allah kepada nenek
moyang mereka pada masa awal pembentukan mereka menjadi umat pilihan Allah. Tidak
jarang bahwa kemustahilan telah dimungkinkan menjadi sesuatu nyata oleh
kedahsyatan kuasa Allah. Allah yang telah menebus umat Israel dari tanah
perbudakan di Mesir, mengiring mereka dengan setia sepanjang di perjalanan. Memori mereka
teringat kepada suatu peristiwa yang maha adikodrati, ketika Allah
menyelamatkan mereka dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Allah
mengeringkan Laut Merah (Teberau), dan membiarkan nenek moyang mereka berjalan
menyeberanginya sehingga mereka selamat (lihat Keluaran 14:15-31). Sehingga
dapatlah juga dikatakan bahwa hal ini merupakan janji dan perwujudan dari
pemeliharaan Allah (Latin: Providentia
Dei) terhadap setiap umat Allah. Ketika Allah telah memutuskan untuk
memilih, maka Ia akan dengan setia memelihara umat-Nya.
Ayat 7 : Tentu saja masih ada ruang bagi
ketidaksempurnaan, penderitaan (pemberontak-pemberontak) di dalam dunia ini.
Tetapi itu semua tidaklah lebih besar dan kuat dari kuasa Allah. Karena Allah
yang tak berujung itu memerintah bukan semata hanya kepada umat Allah (Ibrani: Am Yahweh) tetapi Ia adalah juga Allah
yang menjadi Raja (yang mengawasi) seluruh bangsa-bangsa (Ibrani: Goyim) di bumi ini.
Apakah implikasi
teologis yang kita dapatkan dari hal ini? Yang pertama adalah, Allah
memperbolehkan ketidaksempurnaan (pemberontak-pemberontak) tetap ada di sekitar
kita, namun kuasa-Nya yang tak tertandingi itu tetap memelihara umat yang
dikasihi-Nya. Biarpun ada pemberontak, penderitaan, dan sebagainya, yang
meniadakan kemerdekaan kita dan bahkan menindas, maka Allah mengawasi dan
membatasi mereka untuk akhirnya mengalahkan mereka. Yang kedua, Kerajaan Allah itu
adalah Kerajaan yang sifatnya Partikularis-Universal. Ia memimpin dan memilih
suatu bangsa, tetapi Ia juga menjadi Allah bagi setiap bangsa-bangsa.
Permenungan
Kehidupan
dengan segala aktivitasnya senantiasa menyita waktu kita, dari bangun tidur
sampai kita kembali untuk beristirahat, dari pagi hari sampai malam hari, ada
24 jam yang diberikan Tuhan bagi kita dalam sehari. Namun pertanyaannya adalah:
berapa waktu yang kita berikan untuk Tuhan? Apakah Tuhan masih bagian yang
prioritas dalam setiap waktu yang diberikan-Nya itu?
Pemazmur
selalu mengajak kita untuk bertelut, bertemu dengan-Nya dalam ibadah ataupun
meditasi yang dapat selalu menghubungkan kita dengan hati-Nya, sehingga kita dapat
mengerti tentang kehendak-Nya.
Jubilate
dalam ibadah dan hidup, adalah ungkapan dasar hati atas kesiumanan kita
bahwasanya tidak satupun di antara kita dapat ada di sini bila bukan Allah
dengan segala pekerjaan-Nya yang berkenan memelihara hidup kita.
Jubilate
adalah sukacita atas setiap memori dari ingatan-ingatan kita terhadap apa yang
telah Allah perbuat bagi para pendahulu, keluarga, diri, dan gereja kita.
Jubilate
adalah pengakuan yang lantang atas pemeliharaan Allah yang selalu
berkesinambungan dari setiap zaman, tahun, bulan, dan waktu, karena Allah tetap
dan selalu mengingat janji pemeliharaan kepada umat yang telah dipilih-Nya.
Jubilate
dalam dimensi universal adalah pujian bangsa-bangsa bahwa Allah telah dan tetap
berkenan untuk memerintah, mengawasi dan menjadi Raja atas seluruh bumi,
sehingga keadilan dan kesejahteraan bukanlah lagi merupakan suatu negeri impian
semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar