Kamis, 27 Maret 2014

Tidak Memandang Muka (Yakobus 2:8-13)



Pendahuluan

Meskipun surat Yakobus tidak mengandung argumentasi teologi yang mendalam tetapi ia tetap memiliki ciri khas tersendiri yaitu merupakan surat yang sangat praktis namun menarik dan mudah dipahami. Apa yang Yakobus tuliskan dalam suratnya merupakan pengajaran bagi ‘orang percaya’ bagaimana mereka seharusnya memperaktekkan imannya.

Dalam Yakobus 2:1-7, Rasul Yakobus membahas masalah yang lazim terjadi di tengah jemaat yaitu sikap memandang muka (pilih kasih). Dengan gamblang ia mengatakan bahwa orang yang percaya pada Kristus tidak boleh memandang muka. Mengapa rasul Yakobus begitu prihatin dengan masalah memandang muka di dalam jemaat? Karena hal memandang muka, pilih kasih merupakan penentangan terhadap hukum Kristus dan orang Kristen tidak seharusnya melakukan hal itu.



Penjelasan

Himbauan dari rasul Yakobus adalah: kita merupakan umat yang telah menerima belas kasihan dari Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah raja kita dan hukum dari kerajaan-Nya dirangkum di dalam perintah “mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri”. Ia juga mempersyaratkan kita untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain. Ini adalah perintah yang harus ditaati oleh setiap orang yang telah menerima belas kasihan. Kita tidak dapat mencapai standard absolut di dalam mengasihi sesama seperti diri kita sendiri tetapi Yakobus memberitahu kita bahwa Allah adalah penuh belas kasihan dan jika kita belajar untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain di dalam kehidupan seharian kita, kita pasti akan menerima belas kasihan-Nya di Hari Penghakiman nanti.

Membangun Solidaritas (Roma 12:9-12)



  1. Sudah merupakan suatu kebiasaan para sarjana Perjanjian Baru untuk membagi Surat Roma ke dalam 2 (dua) bagian besar: bagian yang pertama, pasal 1-11, yaitu penekanan yang sifatnya lebih kepada hal-hal yang dogmatis/ajaran, tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan isi kepercayaan dari kekristenan itu sendiri. Bagian yang kedua, pasal 12-16, berisikan tentang nasehat dan perintah yang praktis. Sehingga dengan demikian, dari kedua bagian tersebut dapat kita lihat apa yang ingin dikatakan Paulus: bahwa iman kekeristenan itu bukan hanya sebatas teori (konseptual) semata, tetapi dia hidup dan dihidupi dalam kehidupan nyata dan tampak di setiap diri dan perjuangan orang-orang Kristen. Selanjutnya, dengan pembagian tersebut, maka perikop khotbah Minggu Rogate ini termasuk ke dalam bagian yang kedua. Khususnya Roma 12:9-12 ini sengaja dituliskan Paulus untuk menolong orang-orang Kristen di Roma supaya mereka sungguh-sungguh mampu menghidupi kasih yang benar itu sebagai identitas kekeristenan, sebagaimana yang telah Yesus tunjukkan dan ajarkan semasa hidup-Nya kepada murid-murid-Nya dan orang banyak. 

Keselamatan Yang Menembus Batas-Batas (Kisah Para Rasul 11:15-18)



Pertanyaan Penuntun

  1. Apakah yang menjadi latar belakang atau akar permasalahan sehingga Petrus merasa perlu mengklarifikasi tentang pokok keimanan yang ada dalam perikop ini? (lihat 11:1-3) 
  2. Kepada bangsa yang mana Tuhan memberikan karunia keselamatan-Nya, apakah Dia hanya memberikan karunia itu bagi satu bangsa tertentu saja? (ayat 5-17, 18b) 
  3. Bagaimanakah sesungguhnya sikap terbaik dari setiap umat Tuhan yang telah menerima anugerah keselamatan tersebut? (ayat 18)

 Penjelasan

  1. Ternyata peristiwa Kornelius (yang diceritakan pada perikop sebelumnya, pada pasal 10), menimbulkan reaksi di antara jemaat induk di Yerusalem (11:1-3). Reaksi seperti itu sebetulnya wajar, karena memang ada sesuatu yang luar biasa. Tradisi yang sampai sekarang (pada waktu itu, di jemaat Yerusalem) dalam kehidupan jemaat beriman adalah tradisi yang terbatas dalam lingkungan Yahudi. Maka perkembangan Injil/sabda/firman ataupun penglihatan di lingkungan orang yang bukan Yahudi mau tidak mau menimbulkan reaksi, bahkan mungkin gejolak.

Gereja: Persekutuan Yang Telah Diperdamaikan (Efesus 2:11-22)



  1. Cara terbaik untuk memahami keberadaan suatu masyarakat ataupun pribadi pada masa kini adalah dengan memahami secara penuh latar belakang kehidupan mereka. Hal ini disadari benar oleh Paulus ketika melihat permasalahan yang terjadi di jemaat Efesus, ia membuka ide pemikirannya dengan menggambarkan bagaimana keadaan anggota jemaat Efesus yang non-Yahudi sebelum mereka didamaikan di dalam Kristus (lihat juga bagian awal Efesus 2, ayat 1-10). Mereka memang “orang luar” yang merupakan bukan umat pilihan, mengikuti jalan dunia ini. Sedangkan di lain pihak, anggota jemaat yang berlatarbelakang Yahudi (anggota jemaat di jemaat yang sama itu juga, di Efesus) telah ditanamkan sejak lahir sebuah konsep bahwa mereka adalah umat yang kudus, umat pilihan Allah. Sehingga sulit bagi mereka untuk menerima “orang luar” (non-Yahudi) tersebut untuk masuk ke dalam komunitas mereka.[1] Konsep pemahaman seperti itu telah menimbulkan persoalan di dalam gereja yang masih sangat muda tersebut, sebab anggota jemaat di Efesus terdiri dari bukan saja orang-orang Yahudi melainkan juga orang-orang yang non-Yahudi. Selain menimbulkan kebingungan, hal ini juga disebut-sebut telah memunculkan kekurang-harmonisan (mungkin juga perselisihan) di antara mereka (anggota jemaat Yahudi dan non-Yahudi).

Menemukan Ketenangan Dalam Ketidakpastian (Mazmur 121:1b-7)

  1. Kebanyakan mazmur dalam Kitab Mazmur adalah buah dari permenungan atas pengalaman mereka sebagai sebuah bangsa (umat) pilihan, secara komunal maupun personal. Agaknya Mazmur 121 ini, adalah nyanyian umat ketika mereka bergerak mendaki ke Gunung Sion (Yerusalem) dalam kerinduan untuk “bertemu Allah” di Bait-Nya yang kudus. Nyanyian dalam mazmur ini adalah ingatan tentang catatan sejarah perjalan iman mereka di Padang Gurun setelah Allah melepaskan mereka dari perbudakan Mesir menuju ke Tanah Perjanjian. Sungguh sebuah perjalanan yang sangat mendebarkan, penuh tantangan, dan penuh ketidakpastian. Nyanyian ini untuk mengingat semua yang telah mereka alami maupun rasakan selama perjalanan tersebut. Lirik demi lirik merupakan ekspresi dari apa yang mereka temukan dalam kaitan dengan pemeliharaan Allah selama perjalanan itu.
  2. Dalam dunia Timur Dekat Kuno, setiap bangsa selalu melihat gunung sebagai tempat bertakhta allah mereka. Namun ada banyak gunung yang mereka lalui, di manakah pertolongan yang sungguh? (ay. 1). Mereka pernah berkata kepada Musa bahwa perjalanan tersebut hanya memberikan penderitaan yang baru bagi mereka, keraguan pun menjadi semakin kuat ketika negeri yang dijanjikan tidak juga terlihat. Rasa ketidakpastian inilah yang membuat pemazmur terkadang mencari sumber pertolongan yang lain. Tetapi kemudian ia menjadi tersadar, bahwa ia tidak akan menemukan pertolongan yang sesungguhnya, karena pertolongan itu hanya dari TUHAN Sang Pencipta (ay. 2).

Ingatlah Kasih Setia Tuhan (Mazmur 66:1-7)



Pengantar
 Bagian pertama dari Mazmur 66 ini berisikan puji-pujian jemaat untuk memasyhurkan Allah karena Ia telah memimpin umat-Nya sampai mereka pulang dari pembuangan. Allah yang tetap setia akan perjanjian-Nya kepada umat yang telah dipilih-Nya. Kesetiaan Allah itu telah dirasakan dan dialami oleh pemazmur sebagai sesuatu yang hendak menyatakan kepadanya siapakah sesungguhnya Allah yang mereka sembah tersebut.
Setidaknya ada 3 (tiga) bagian yang patut kita renungkan dari perikop firman ini:
Pertama, siapakah Allah yang dikenal oleh pemazmur sehingga musuh pun harus menyembah-Nya? (ayat 1-4). Kedua, apa yang telah diperbuat Allah terhadap umat-Nya, dan bagaimana menyaksikan perbuatan Allah tersebut? (ayat 5-6). Dan yang ketiga, bagaimana kuasa Allah terhadap dunia keseluruhan (ayat 7).

Analisa dan Tafsiran
Ayat 1-4 : Pada umumnya menurut banyak sarjana, agaknya Mazmur ini berasal dari zaman sesudah pembuangan, ketika Bait Suci yang kedua (yang dibangun oleh Ezra dan Nehemia) telah selesai. Kata Bersorak-sorai (Ibrani: ru, Latin: Jubilate) sering dipakai oleh orang Ibrani, apakah itu dalam penggunaan negatif (misalnya dalam teriakan menyoraki “maling”) ataupun dalam hal yang positif (misalnya teriakan tentara yang akan bertempur, atau menyambut kedatangan raja) adalah suara lantang yang diungkapkan dengan sepenuh hati, tidak setengah-setengah. Dengan cara yang seperti itulah Allah diperkenalkan oleh pemazmur sebagai Allah Yang Maha Kuasa, yang telah menunjukkan banyak sekali karya dan pekerjaan-Nya, yang menghadirkan kekuatan yang besar sehingga musuh pun menjadi tunduk di bawah kuasa-Nya. Siapapun tokoh atau pun bangsa yang mencoba untuk memusuhi Allah (Israel), mereka akan mengaku kalah dan tunduk mengaku Dia-lah yang menang (bnd. Mazmur 2:10-12), bahkan seluruh bumi sujud dan memuji nama Allah (ayat 4).

Memberi Secangkir Air Sejuk (MATIUS 10:42)



  1. Mengaku/Pengakuan Iman (Credo) selalu dilakukan jemaat Kristen setiap ibadah Minggu. Credo tersebut diyakini sebagai suatu pernyataan kesaksian iman jemaat. Namun sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah sebuah pernyataan yang dirangkai dalam kata-kata indah itu saja sudah cukup untuk mengaku iman kepada Yesus, Tuhan Sang Pengasih? Perikope Matius 10: 32-42 secara umum, atau ayat 42 secara khusus mengajak orang-orang percaya dan gereja sebagai warga dan simbol kehadiran Kerajaan Allah untuk memikirkan ulang kembali pemahaman dan pengakuan tentang Yesus di hadapan manusia dan dunia. 
  2. Tentu pemahaman tentang kata mengaku di sini terkait erat dengan situasi sosial pada saat Injil Matius itu sendiri dituliskan. Injil Matius dituliskan pada pasca masa para rasul, mungkin dituliskan pada sekitaran tahun 70 Masehi (perlu diingat juga, akan penghancuran kota Yerusalem oleh Jenderal Titus pada tahun 70 Masehi). Hal itu mengindikasikan, cerita tentang Yesus ditafsir tokoh-tokoh Kristen generasi saat itu sebagai sarana memperkuat dan memperteguh kepercayaan jemaat tentang Yesus meski mereka menghadapi ancaman awal dari pemerintahan Romawi dan perlawanan kaum Yahudi tentunya. Rupa-rupanya, tokoh-tokoh Kristen pada saat itu pun sudah sangat menyadari bahwa pengakuan terhadap Yesus tidaklah cukup hanya di mulut saja, tetapi diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Berdoa Dan Berbuatlah Bagi Dunia (Kolose 4:1-6)



1.   Surat Kolose merupakan salah satu surat kiriman dari penjara, ketika Rasul Paulus dipenjarakan di Roma karena pemberitaan Injil Kristus (Ayat 3, mungkin ia dipenjara sekitaran tahun 61-63). Kolose adalah sebuah kota kecil berjarak sekitaran 160 km sebelah timur kota Efesus, telah berdiri sebuah jemaat Kristen di sana, tidak begitu jelas apakah Paulus pernah mengunjungi tempat ini, walaupun dalam 2:1 ada kesan ia belum pernah ke sana. Namun yang pasti ia banyak mendapatkan informasi tentang jemaat Kolose melalui si Epafras (1:8), yang mungkin juga pendiri jemaat Kolose tersebut. Beberapa tantangan yang dihadapai jemaat Kolose adalah para pengajar sesat dengan filsafat mereka, penyembahan malaikat, ajaran Yahudi, asketisme (pertapaan), sehingga mungkin juga telah terjadi percampur-bauran (seperti sebuah sinkretis) ajaran dalam gereja di kota Kolose tersebut.
Ada banyak penekanan-penekanan teologis dalam surat Kolose ini, khususnya tentang Kristus dan keilahian-Nya. Kemudian setelah itu, Paulus pada bagian akhir suratnya juga menyentuh hal-hal yang praksis, tentang bagaimana kehidupan umat yang sesuai dengan citra Kristus itu sendiri, dan perikop 4:1-6 ini adalah bagian dari nasehat-nasehat praksis tersebut. Sehingga pesan pertama perikop ini menjadi jelas: tekanan teologis penting dan menjadi berarti ketika ia memiliki tempat dalam tindakan-tindakan praksis kita.

NATAL R/NGPP RESORT TAPANULI UTARA I



“Melihat Kemuliaan Tuhan (Lukas 2:30)”

“M
eliat kemuliaan Tuhan, itu berarti merasakan adanya pertemuan pribadi dengan Tuhan, dan pertemuan itu tentu mengubah seluruh aspek yang ada pada dirinya,” demikian sepenggal kutipan Renungan Natal yang disampaikan oleh Pdt. Lukman Pasaribu, S.Th pada Natal R/NGPP Resort Tapanuli Utara I, pada tanggal 28 Desember 2013 yang lalu. “Sebagaimana Simeon yang mengalami damai sejahtera yang sungguh ketika ia telah bertemu dengan Sang Mesias, Bayi Maria yang telah lama dinanti-nantikannya”.
Untuk kali pertama, R/NGPP Resort Tapanuli Utara I (Resort ini terdiri dari 4 gereja jemaat: GPP Siaro, GPP  Immanuel Simargalung, GPP Silaban Pardomuan, dan GPP Siampapaga) menga-dakan Perayaan Natal R/NGPP Resort Tapa-nuli Utara I yang dilaksanakan di Gereja GPP Siaro. Tampak jelas di sepanjang acara wajah-wajah ceria hadir dalam persekutuan indah tersebut.