“Jangan
Takut, Telah Lahir Juruselamat”
1. Pada abad pertama sebelum dan
sesudah Masehi, Kekaisaran Romawi mengalami masalah kependudukan, bukan karena
kepadatan penduduk (seperti yang dialami kota-kota besar Indonesia saat ini),
melainkan sebaliknya yaitu: mereka kekurangan penduduk! Kaisar Agustus menganjurkan orang Romawi untuk memiliki
banyak anak, bahkan sampai membuat peraturan barang siapa yang memiliki anak
tiga atau lebih dibebaskan dari pajak. Dalam rangka menata masalah kependudukan
tersebutlah maka ia mengeluarkan perintah untuk mengadakan Sensus Penduduk
(ayat 1),[1] yang kemudian dilakukan
secara berkala. “Penertiban kependudukan” ini sesungguhnya tanpa disadari oleh
Kaisar Agustus sendiri bahwa ia telah menjadi alat nubuatan Nabi Mikha tentang
kelahiran seorang Mesias yang akan lahir di satu kota kecil bernama: Bethlehem
(Mikha 5:1).[2]
Alasannya, akibat perintah Sensus Penduduk tersebutlah maka Yusuf dan
tunangannya Maria diharuskan berangkat dari Nazaret ke tanah leluhur mereka di
Bethlehem (berjarak tidak kurang 130 km), itu karena Yusuf adalah keluarga dan
keturunan Daud (ayat 4).
2. Penyebutan nama kaisar Agustus
sesungguhnya bermakna ganda, di satu sisi hal ini menunjukkan kehistorisan
(kesejarahan) tentang Yesus yang lahir pada suatu fase dalam sejarah riil
kehidupan manusia.
Dan di sisi lain, penulis Lukas ingin memberi tekanan
teologis terhadap Bayi yang dilahirkan oleh Maria tersebut, apakah itu? Kaisar
Agustus adalah salah satu Kaisar Romawi yang harum atas kemasyuran dan
kehebatan, jaminan keberhasilan. Ia adalah anak angkat Julius Caesar, nama
sebenarnya adalah Octavianus Caesar. Banyak gelar agung yang ditujukan padanya,
mulai dari gelar “Augustus” yang
berarti mulia atau pemberi kemakmuran, gelar Kurios (Dewa, Tuhan) sampai gelar “Juruselamat”! Gelar Juruselamat
ini diduga muncul akibat prakarsanya yang menginginkan setiap Kaisar Romawi
dianggap layaknya Dewa. Kondisi ini sesungguhnya menjadi persoalan bagi iman jemaat
mula-mula karena tidak ada siapapun yang layak diberi gelar setingkat Dewa
bahkan walaupun dia seorang Kaisar sekalipun. Sehingga dengan ini pesan yang
ingin disampaikan oleh penulis Lukas pun menjadi jelas: bahwa ketika Kaisar
Agustus (juruselamat) memerintah Romawi, sesungguhnya telah lahir JURUSELAMAT
yang sebenarnya, yang bukan dari dunia ini, yaitu Anak Allah, lahir di
Bethlehem.
3. Rasa takut menjadi hal yang
jamak bila manusia bertemu dengan kemuliaan Tuhan, khususnya dalam Perjanjian
Lama. Musa yang takut melihat semak belukar yang menyala-nyala sebagai simbol
kehadiran Tuhan. Yehezkiel menyebutkan bahwa kita hanya mampu melihat “gambar
kemuliaan Allah” (1:26-28). Bahkan kemuliaan
Tuhan yang demikian cemerlang
sehingga tidak ada manusia yang dapat melihatnya dan tetap hidup (Keluaran 33:18-23),
transendenitas Allah begitu ditekankan oleh para penulis Perjanjian Lama. Namun
Injil Lukas memberikan penekanan yang berbeda, immanensi Allah mendapat
perhatiannya. Ketika para gembala melihat kemuliaan Allah (para malaikat)
pastilah mereka begitu ketakutan. Tetapi malaikat berkata kepada para gembala,
“Jangan takut...” (ayat 10). Alasannya jelas: “sebab sesungguhnya aku
memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari
ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan...” (ayat
10-11). Dalam konteks kehidupan jemaat pada masa Injil Lukas dituliskan,
sekitar tahun 80-85 M, ucapan “jangan takut...” ini menjadi bagian penting bagi
mereka untuk memberikan kekuatan dan semangat dalam pergumulan iman akibat
tekanan pemerintah, aniaya agama lain, dan kebimbangan jemaat karena Parousia
(kembalinya Tuhan Yesus kedua kali) yang tidak kunjung terwujud. Jangan takut untuk tetap
bertahan dalam iman, jangan takut untuk menyatakan kebenaran, dan jangan takut
untuk berpengharapan akan janji kelepasan, karena telah lahir Juruselamat!
4. Ayat 8-10. Pada zaman Tuhan Yesus, domba menjadi komoditi
penting dalam ritual keagamaan Yahudi. Domba adalah hewan kurban persembahan
umum yang digunakan di Bait Suci, sehingga bisa dibayangkan betapa penting
sekali untuk selalu dijamin ketersedi-aannya. Dan untuk itu biasanya para
Pengurus Bait Suci memiliki usaha ternak domba, dan mereka memekerjakan
gembala-gembala untuk mengurus domba-domba tersebut.
Namun
di situ pulalah letak ironinya, di mata para Pemuka Agama Yahudi ketika itu,
gembala malah merupakan profesi yang dipandang hina. Sebab karena kesibukan
mengurus ternak, para gembala menjadi sangat jarang terlibat dalam seremoni
agama di Bait Suci. Mereka juga kerap mengesam-pingkan aturan baku agama
Yahudi, seperti men-cuci tangan dan berpuasa. Karena itu gembala dipandang
sejajar dengan orang kafir dan sampah masyarakat. Tapi kepada para gembalalah
berita Natal pertama sekali diwartakan, kepada mereka yang tersisih, kepada
mereka yang hidup dalam kesederhanaan, karena Yesus yang lahir juga di tempat
yang sangat sederhana bahkan sangat hina!
5.
Christmast is making possible when
something are impossible (Natal membuat segala sesuatu menjadi mungkin
ketika orang mengatakan tidak mungkin). Bukankah itu yang terjadi melalui
peristiwa Natal? Allah yang mau menjadi manusia. Sesuatu yang tidak mampu
diterima oleh banyak bangsa dan agama, namun Tuhan telah melakukan sesuatu yang
tidak mungkin itu. Hal ini menjadi dasar bagi setiap orang percaya untuk tidak
mudah menyerah walau seberat apapun tantangan sebagai konsekuensi iman dan
kebenaran. Bila semua jalan terlihat sudah “tertutup”, jangan takut sebab telah
lahir Juruselamat!
Bagi
kita dan mereka yang selama ini tersisihkan, yang terpinggirkan karena status
sosial, ekonomi, ras, stereotipe, gender, atau apapun itu yang membuat kita
menjadi terpinggirkan, Natal adalah sumber sukacita karena Tuhan hadir di bumi
ini terutama bagi mereka yang “tidak mendapatkan tempat” dalam pergaulan dan
pertimbangan kebijakan yang diambil. Tetaplah setia melakukan peran
masing-masing, jangan goyah dan menjadi bimbang, jangan takut karena telah
lahir juruselamat!
Bagi siapapun di antara kita yang
sudah terbiasa merayakan Natal dalam kemewahan, sikap konsumtif, tanpa memiliki
empati terhadap persoalan ekonomi orang lain, tak peduli terhadap perut
tetangga yang lapar, sepatu butut dengan robek menganga anak SD depan rumah
yang dipakai setiap hari, Bapak Andi yang sakit dan membutuhkan kunjungan kita,
Ibu Agnes yang membutuhkan penghiburan karena kesedihannya, atau pada seorang
ibu yang bingung mencari pinjaman untuk uang sekolah anaknya yang harus
dibayarkan minggu depan, dan seterusnya, cobalah untuk memahami bahwa Natal
adalah usaha kita untuk meniru apa yang telah dilakukan Kristus kepada
orang-orang yang “terpinggirkan” itu. Natal adalah perwujudan kepedulian
Kristus terhadap pergumulan orang lain, yang membutuhkan kehadiran kita.
Hindarilah
mengadakan perayaan Natal, tetapi kehilangan Kristus!
[1]
Dalam ayat 1 disebutkan pula bahwa sensus itu dilakukan “di seluruh dunia”,
tentu saja yang dimaksudkan bukanlah di seluruh bumi ini, tetapi di wilayah
kekuasaan kekaisaran Romawi pada masa itu. Selain untuk pemetaan kependudukan,
beberapa sejarahwan mengatakan tujuan sensus tersebut untuk kepentingan pajak,
sesuatu yang masih diperdebatkan.
[2]
Mika 5:1 : Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata,
hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku
seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak
purbakala, sejak dahulu kala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar