Mengapa “Pondasi”?
Gereja
bukanlah sebuah kerumunan, karena dalam kerumunan orang memang berkumpul tetapi
satu sama lainnya tidak memiliki ikatan; arah memang ada tetapi saling berbeda.
Gereja adalah sebuah organisasi, yakni persekutuan orang-orang yang didasarkan
oleh pengorbanan Kristus. Jika kita ingin memerkuat gereja sebagai organisasi,
sebagai persekutuan orang yang beriman maka yang harus dilihat ialah adanya
“tertib” yang dituangkan dalam “tata”. Keteraturan itulah yang mewarnai gereja
sebagai organisasi.
Keteraturan
itu diwujudkan dalam penatalayanan gereja yang sebenarnya lebih merupakan
urusan tetek-bengek yang terkadang tidak sedikit yang meributkannya, begitu
juga banyak menganggap merupakan hal yang dirasa sebagai sesuatu yang tidak penting.
Aneh memang, karena yang sesungguhnya: tanpa penatalayanan maka pelayanan
gerejawi yang baik tidak akan mungkin terwujudkan!
“Analogi penatalayanan gereja adalah seperti seorang
bapak rumah tangga yang memiliki niat baik yang ingin mewujudkan keadaan rumah
tangganya menjadi baik dan nyaman. Seorang bapak yang tidak peduli pada keadaan
rumah tangganya akan membuat rumah tangga itu menjadi kocar-kacir dan
berantakan.”
Sehingga sebagaimana setiap tindakan memiliki
dasar untuk melakukannya, visi tercapai dengan rumusan misi yang terarah,
demikian pulalah dalam pelayanan gereja terhadap jemaat dan dunia sebagaimana
pengejawantahan panggilan hidupnya, penatalayananlah sebagai pondasinya.
Selayang Pandang Alkitabiah
Dari dasar etimologi,
penatalayanan (hajuarabagason, stewardship)
diartikan sebagai segala kebijakan dan tindakan seseorang percaya dalam mengelola
kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kewenangan. Dari Perjanjian Lama kita
mendapat inspirasi untuk menyusun perencanaan dan pengorganisasian juga
pengawasan. Dalam lembaran pertama Kitab Suci disebutkan bahwa Allah sebagai
pengatur (Ibrani: bara) segala
ciptaan. Yusuf mengajar kita membuat
perencanaan yang sangat baik (lihat Kejadian 41). Yitro mengajar kita agar
membuat pengorganisasian (Keluaran 18). Daud membuat perencanaan yang detail
tentang Bait Allah (1 Tawarikh 28:11), pengarang Amsal mengajarkan kita agar
menyusun rencana yang baik (Amsal 14:22, 15:22, 16:33, 20:18, 24:6). Ada juga
membuat sistem pengawasan (1 Samuel 2:11; 3:1, 2 Tawarikh 23:18) termasuk juga dalam
hal perbendaharaan (Nehemia 12:44, 13:4, 11:16).
Perjanjian Baru mengambarkan gereja sebagai
sebuah Bangunan Allah yang jemaatnya adalah unsur-unsur bangunannya (lihat 1
Korintus 3:9, Kolose 2:7, Efesus 2:21), sekaligus bertanggung jawab melanjutkan
serta memerjuangkan pembangunan (1 Korintus 3:10; 14:12, 14:26). Hal ini dengan
baik menunjukkan kepada kita bahwa penting di sana adanya perencanaan dan
pengaturan. Bahkan banyak nas lain istilah Tubuh Kristus sering pula digunakan,
dan kita semua mafhum bahwa “tubuh” adalah lambang keteraturan yang sempurna.
Tentu kita masih ingat tiga hal yang membuat
mengapa sebuah gereja dapat dikatakan sebagai sebuah gereja yang hidup. Yang
pertama ialah di sana adanya Pemberitaan Firman yang menyukakan serta
mendatangkan damai sejahtera. Yang kedua, dilaksanakan dengan setulusnya
Upacara Sakramen: Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus. Dan yang ketiga yang
tidak berbeda pentingnya adalah adanya peraturan organisasi yang menghidupi dan
dihidupi umat. Walaupun memang aturan diciptakan untuk manusia dan bukan
sebaliknya, namun bagaimanapun gereja di sepanjang abad tetap membutuhkan
aturan untuk membantunya dalam kesetiaan tugas panggilannya: bersaksi,
bersekutu, dan melayani.
Tugas Penatalayanan Gereja
Sebagaimana
yang kita percaya, GPP adalah sebuah arak-arakan dalam suatu perjalanan yang
mulia. Hal ini menyadarkan bahwasanya ada banyak jiwa yang diembankan kepada
kita untuk dipertanggungjawabkan untuk mencapai titik akhir dari perjalanan
yang mulia tersebut, dan untuk itu apakah yang kita butuhkan? Tentu saja
jawabnya: pengorganisasian (penatalayanan). GPP diorganisir dengan baik untuk
mencapai misinya, bilapun ia berpikir untuk semakin besar hal itu disadari
bukan untuk kemegahannya tetapi untuk kemuliaan Sang Pemberi Kewenangan.
Pada
tahun-tahun belakangan, kita telah menetapkan tema tahunan sebagai landasan
kegiatan gereja kita sepanjang tahun berjalan (Tahun Koinonia 2012, Diakonia
2013, Marturia 2014). Ini menunjukkan ada sesuatu yang ingin dicapai oleh
gereja kita, dan dengan demikian tentu saja menjadi sangat logis bila
pencanangan Tahun Penatalayanan (Taon
Hajuarabagason) dirumuskan untuk menguatkan pelayanan gereja demi
pencapaian visi tersebut. Penatalayanan yang dimaksudkan adalah mencakup bidang
administrasi, organisatoris, dan inventarisasi. Tanpa penatalayanan yang baik maka
GPP bukan saja dapat memboroskan begitu banyak energi, waktu dan dana yang ada
namun dapat juga gagal mencapai sasaran, visi dan
misinya. Hal ini harus diakui bukanlah pekerjaan yang mudah,
dibutuhkan ketetapan hati dan kerja keras dari semua pihak yang turut serta
dalam arak-arakan yang mulia ini. 40 tahun gereja kita yang telah dirayakan pada
tahun yang lalu selain mensyukuri berbagai kebajikan dan rahmat Tuhan, kita
diundang melakukan introspeksi, meneliti dan memeriksa diri kita
sedalam-dalamnya, mengkoreksi diri dan bertobat dari kesalahan (termasuk bidang
administrasi, organisatoris, dan inventarisasi).
a. Administrasi
Salah satu pesan Sinode Agung XII GPP yang
telah laksanakan dengan baik kemarin adalah penataan sistem administrasi di
setiap tingkatan struktural. Perbaikan-perbaikan sistem keuangan juga menjadi
sub-bagiannya, bukan saja mengenai penguatan Sistem Sentralisasi yang menjadi
kebanggaan kita selama ini namun juga transparansi yang harus tetap
dikedepankan. Bukankah Kitab Suci juga sangat menjunjung transparansi atau
keterbukaan dan menolak kegelapan? Hiduplah sebagai anak-anak terang dan
singkapkanlah kegelapan (Efesus 5:8,11). Harus ada keputusan-keputusan konkret
untuk hal ini, mungkin di masa lalu ketegasan ini masih merupakan kerinduan,
namun kita bisa memulainya mulai tahapan ini. Misalnya pelaporan yang keuangan
dengan sistem yang profesional dan tentu saja on line, sehingga semua pandangan bisa menatapnya. Atau fungsi
pengawasan yang lebih ditingkatkan, dan seterusnya. Dan saya rasa perlu juga
bersama kita mengevaluasi (bila ada) faktor-faktor penghambat yang mungkin
selama ini secara tidak sadar selalu kita “pelihara” dalam sistem administrasi
gereja kita.
b.
Organisatoris
Di beberapa gereja sahabat hal ini menjadi
persoalan kompleks, pengamatan sederhana saya akibat dasar yang kurang kuat dan
ditambah komunitas yang sudah jauh lebih besar dibandingkan gereja kita. Organisatoris
adalah perbaikan gereja yang menekankan semangat tertib organisasi, di dalamnya
sudah termasuk pemuktahiran data anggota yang akurat dan terjangka, pembagian
nota tugas yang jelas dan terarah, pengambilan keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan, penjajakan mewujudkan Badan Pekerja Rapat Pendeta (atau
pelayan lainnya), hingga pada penempatan tenaga staff dan pelayan yang
berdasarkan kompetensi. GPP secara organisasi juga harus selalu tanggap
terhadap isu-isu lokal dan global di sepanjang zaman (misalnya isu Perubahan
Iklim, Politik, LGBT, dan sebagainya), memberikan pencerahan dan turut andil
dalam pengentasan ketidakadilan.
c.
Inventarisasi
Bagian penatalayanan ini menyangkut tentang
aset dan pengembangan gereja. Secara umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka
usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh GPP. Dengan demikian, program yang akan dilakukan
ke depan ini bukan hanya mencatat lalu menyediakan data dan informasi (keadaan)
harta milik organisasi gereja kita, namun juga memudahkan pemeliharaan,
pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana yang kita miliki. Inventarisasi
ini akan menguatkan Tata Gereja dan Kepemimpinan Sinodal yang telah dituangkan
dalam AD/ART GPP yang menjadi acuan juga semangat gereja kita. Yaitu menjangkau
setiap apa yang telah dipinjam, dibeli, dihibahkan, ataupun segala sesuatu yang
telah menjadi milik dan hak gereja kita. Tentu saja hal ini bukanlah pekerjaan
yang mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, tetapi menurut
hemat saya sungguh baik sekali dimulai dan dilakukan demi menghindari air mata penyesalan
yang dilahirkan atas perasaan ketidakpedulian ataupun ketidakmenghargai apa
yang telah Tuhan anugerahkan bagi GPP.
Akhir
kata, visi GPP memberitakan Firman Tuhan tentang
keselamatan hidup yang kekal yang dianugerahkan Allah Bapa melalui Tuhan Yesus
Kristus dan pertolongan oleh Roh Kudus harus selalu menjadi nafas pelayanan
kita, dan penatalayanan yang baik adalah pondasi perwujudannya sebagai
pertanggungjawaban atas arak-arakan mulia yang diembankan pada kita.
Medan, Pebruari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar