Sabtu, 28 November 2015

“Jangan Takut, Telah Lahir Juruselamat” (Lukas 2:1-14)



Jangan Takut, Telah Lahir Juruselamat”
1. Pada abad pertama sebelum dan sesudah Masehi, Kekaisaran Romawi mengalami masalah kependudukan, bukan karena kepadatan penduduk (seperti yang dialami kota-kota besar Indonesia saat ini), melainkan sebaliknya yaitu: mereka kekurangan penduduk! Kaisar Agustus  menganjurkan orang Romawi untuk memiliki banyak anak, bahkan sampai membuat peraturan barang siapa yang memiliki anak tiga atau lebih dibebaskan dari pajak. Dalam rangka menata masalah kependudukan tersebutlah maka ia mengeluarkan perintah untuk mengadakan Sensus Penduduk (ayat 1),[1] yang kemudian dilakukan secara berkala. “Penertiban kependudukan” ini sesungguhnya tanpa disadari oleh Kaisar Agustus sendiri bahwa ia telah menjadi alat nubuatan Nabi Mikha tentang kelahiran seorang Mesias yang akan lahir di satu kota kecil bernama: Bethlehem (Mikha 5:1).[2] Alasannya, akibat perintah Sensus Penduduk tersebutlah maka Yusuf dan tunangannya Maria diharuskan berangkat dari Nazaret ke tanah leluhur mereka di Bethlehem (berjarak tidak kurang 130 km), itu karena Yusuf adalah keluarga dan keturunan Daud (ayat 4).
2. Penyebutan nama kaisar Agustus sesungguhnya bermakna ganda, di satu sisi hal ini menunjukkan kehistorisan (kesejarahan) tentang Yesus yang lahir pada suatu fase dalam sejarah riil kehidupan manusia.
Dan di sisi lain, penulis Lukas ingin memberi tekanan teologis terhadap Bayi yang dilahirkan oleh Maria tersebut, apakah itu? Kaisar Agustus adalah salah satu Kaisar Romawi yang harum atas kemasyuran dan kehebatan, jaminan keberhasilan. Ia adalah anak angkat Julius Caesar, nama sebenarnya adalah Octavianus Caesar. Banyak gelar agung yang ditujukan padanya, mulai dari gelar “Augustus” yang berarti mulia atau pemberi kemakmuran, gelar Kurios (Dewa, Tuhan) sampai gelar “Juruselamat”! Gelar Juruselamat ini diduga muncul akibat prakarsanya yang menginginkan setiap Kaisar Romawi dianggap layaknya Dewa. Kondisi ini sesungguhnya menjadi persoalan bagi iman jemaat mula-mula karena tidak ada siapapun yang layak diberi gelar setingkat Dewa bahkan walaupun dia seorang Kaisar sekalipun. Sehingga dengan ini pesan yang ingin disampaikan oleh penulis Lukas pun menjadi jelas: bahwa ketika Kaisar Agustus (juruselamat) memerintah Romawi, sesungguhnya telah lahir JURUSELAMAT yang sebenarnya, yang bukan dari dunia ini, yaitu Anak Allah, lahir di Bethlehem.
3. Rasa takut menjadi hal yang jamak bila manusia bertemu dengan kemuliaan Tuhan, khususnya dalam Perjanjian Lama. Musa yang takut melihat semak belukar yang menyala-nyala sebagai simbol kehadiran Tuhan. Yehezkiel menyebutkan bahwa kita hanya mampu melihat “gambar kemuliaan Allah” (1:26-28). Bahkan kemuliaan Tuhan yang demikian cemerlang sehingga tidak ada manusia yang dapat melihatnya dan tetap hidup (Keluaran 33:18-23), transendenitas Allah begitu ditekankan oleh para penulis Perjanjian Lama. Namun Injil Lukas memberikan penekanan yang berbeda, immanensi Allah mendapat perhatiannya. Ketika para gembala melihat kemuliaan Allah (para malaikat) pastilah mereka begitu ketakutan. Tetapi malaikat berkata kepada para gembala, “Jangan takut...” (ayat 10). Alasannya jelas: “sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan...” (ayat 10-11). Dalam konteks kehidupan jemaat pada masa Injil Lukas dituliskan, sekitar tahun 80-85 M, ucapan “jangan takut...” ini menjadi bagian penting bagi mereka untuk memberikan kekuatan dan semangat dalam pergumulan iman akibat tekanan pemerintah, aniaya agama lain, dan kebimbangan jemaat karena Parousia (kembalinya Tuhan Yesus kedua kali) yang tidak kunjung terwujud. Jangan takut untuk tetap bertahan dalam iman, jangan takut untuk menyatakan kebenaran, dan jangan takut untuk berpengharapan akan janji kelepasan, karena telah lahir Juruselamat!
4. Ayat 8-10. Pada zaman Tuhan Yesus, domba menjadi komoditi penting dalam ritual keagamaan Yahudi. Domba adalah hewan kurban persembahan umum yang digunakan di Bait Suci, sehingga bisa dibayangkan betapa penting sekali untuk selalu dijamin ketersedi-aannya. Dan untuk itu biasanya para Pengurus Bait Suci memiliki usaha ternak domba, dan mereka memekerjakan gembala-gembala untuk mengurus domba-domba tersebut.
Namun di situ pulalah letak ironinya, di mata para Pemuka Agama Yahudi ketika itu, gembala malah merupakan profesi yang dipandang hina. Sebab karena kesibukan mengurus ternak, para gembala menjadi sangat jarang terlibat dalam seremoni agama di Bait Suci. Mereka juga kerap mengesam-pingkan aturan baku agama Yahudi, seperti men-cuci tangan dan berpuasa. Karena itu gembala dipandang sejajar dengan orang kafir dan sampah masyarakat. Tapi kepada para gembalalah berita Natal pertama sekali diwartakan, kepada mereka yang tersisih, kepada mereka yang hidup dalam kesederhanaan, karena Yesus yang lahir juga di tempat yang sangat sederhana bahkan sangat hina!
5. Christmast is making possible when something are impossible (Natal membuat segala sesuatu menjadi mungkin ketika orang mengatakan tidak mungkin). Bukankah itu yang terjadi melalui peristiwa Natal? Allah yang mau menjadi manusia. Sesuatu yang tidak mampu diterima oleh banyak bangsa dan agama, namun Tuhan telah melakukan sesuatu yang tidak mungkin itu. Hal ini menjadi dasar bagi setiap orang percaya untuk tidak mudah menyerah walau seberat apapun tantangan sebagai konsekuensi iman dan kebenaran. Bila semua jalan terlihat sudah “tertutup”, jangan takut sebab telah lahir Juruselamat!
Bagi kita dan mereka yang selama ini tersisihkan, yang terpinggirkan karena status sosial, ekonomi, ras, stereotipe, gender, atau apapun itu yang membuat kita menjadi terpinggirkan, Natal adalah sumber sukacita karena Tuhan hadir di bumi ini terutama bagi mereka yang “tidak mendapatkan tempat” dalam pergaulan dan pertimbangan kebijakan yang diambil. Tetaplah setia melakukan peran masing-masing, jangan goyah dan menjadi bimbang, jangan takut karena telah lahir juruselamat!
Bagi siapapun di antara kita yang sudah terbiasa merayakan Natal dalam kemewahan, sikap konsumtif, tanpa memiliki empati terhadap persoalan ekonomi orang lain, tak peduli terhadap perut tetangga yang lapar, sepatu butut dengan robek menganga anak SD depan rumah yang dipakai setiap hari, Bapak Andi yang sakit dan membutuhkan kunjungan kita, Ibu Agnes yang membutuhkan penghiburan karena kesedihannya, atau pada seorang ibu yang bingung mencari pinjaman untuk uang sekolah anaknya yang harus dibayarkan minggu depan, dan seterusnya, cobalah untuk memahami bahwa Natal adalah usaha kita untuk meniru apa yang telah dilakukan Kristus kepada orang-orang yang “terpinggirkan” itu. Natal adalah perwujudan kepedulian Kristus terhadap pergumulan orang lain, yang membutuhkan kehadiran kita.
Hindarilah mengadakan perayaan Natal, tetapi kehilangan Kristus!


[1] Dalam ayat 1 disebutkan pula bahwa sensus itu dilakukan “di seluruh dunia”, tentu saja yang dimaksudkan bukanlah di seluruh bumi ini, tetapi di wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi pada masa itu. Selain untuk pemetaan kependudukan, beberapa sejarahwan mengatakan tujuan sensus tersebut untuk kepentingan pajak, sesuatu yang masih diperdebatkan.
[2] Mika 5:1 : Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar