Minggu, 14 Februari 2016

Penatalayanan: Pondasi Pelayanan Gereja



Mengapa “Pondasi”?
Gereja bukanlah sebuah kerumunan, karena dalam kerumunan orang memang berkumpul tetapi satu sama lainnya tidak memiliki ikatan; arah memang ada tetapi saling berbeda. Gereja adalah sebuah organisasi, yakni persekutuan orang-orang yang didasarkan oleh pengorbanan Kristus. Jika kita ingin memerkuat gereja sebagai organisasi, sebagai persekutuan orang yang beriman maka yang harus dilihat ialah adanya “tertib” yang dituangkan dalam “tata”. Keteraturan itulah yang mewarnai gereja sebagai organisasi.
Keteraturan itu diwujudkan dalam penatalayanan gereja yang sebenarnya lebih merupakan urusan tetek-bengek yang terkadang tidak sedikit yang meributkannya, begitu juga banyak menganggap merupakan hal yang dirasa sebagai sesuatu yang tidak penting. Aneh memang, karena yang sesungguhnya: tanpa penatalayanan maka pelayanan gerejawi yang baik tidak akan mungkin terwujudkan!
“Analogi penatalayanan gereja adalah seperti seorang bapak rumah tangga yang memiliki niat baik yang ingin mewujudkan keadaan rumah tangganya menjadi baik dan nyaman. Seorang bapak yang tidak peduli pada keadaan rumah tangganya akan membuat rumah tangga itu menjadi kocar-kacir dan berantakan.”
Sehingga sebagaimana setiap tindakan memiliki dasar untuk melakukannya, visi tercapai dengan rumusan misi yang terarah, demikian pulalah dalam pelayanan gereja terhadap jemaat dan dunia sebagaimana pengejawantahan panggilan hidupnya, penatalayananlah sebagai pondasinya.

Selayang Pandang Alkitabiah
Dari dasar etimologi, penatalayanan (hajuarabagason, stewardship) diartikan sebagai segala kebijakan dan tindakan seseorang percaya dalam mengelola kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kewenangan. Dari Perjanjian Lama kita mendapat inspirasi untuk menyusun perencanaan dan pengorganisasian juga pengawasan. Dalam lembaran pertama Kitab Suci disebutkan bahwa Allah sebagai pengatur (Ibrani: bara) segala ciptaan. Yusuf mengajar kita membuat perencanaan yang sangat baik (lihat Kejadian 41). Yitro mengajar kita agar membuat pengorganisasian (Keluaran 18). Daud membuat perencanaan yang detail tentang Bait Allah (1 Tawarikh 28:11), pengarang Amsal mengajarkan kita agar menyusun rencana yang baik (Amsal 14:22, 15:22, 16:33, 20:18, 24:6). Ada juga membuat sistem pengawasan (1 Samuel 2:11; 3:1, 2 Tawarikh 23:18) termasuk juga dalam hal perbendaharaan (Nehemia 12:44, 13:4, 11:16).
Perjanjian Baru mengambarkan gereja sebagai sebuah Bangunan Allah yang jemaatnya adalah unsur-unsur bangunannya (lihat 1 Korintus 3:9, Kolose 2:7, Efesus 2:21), sekaligus bertanggung jawab melanjutkan serta memerjuangkan pembangunan (1 Korintus 3:10; 14:12, 14:26). Hal ini dengan baik menunjukkan kepada kita bahwa penting di sana adanya perencanaan dan pengaturan. Bahkan banyak nas lain istilah Tubuh Kristus sering pula digunakan, dan kita semua mafhum bahwa “tubuh” adalah lambang keteraturan yang sempurna.
Tentu kita masih ingat tiga hal yang membuat mengapa sebuah gereja dapat dikatakan sebagai sebuah gereja yang hidup. Yang pertama ialah di sana adanya Pemberitaan Firman yang menyukakan serta mendatangkan damai sejahtera. Yang kedua, dilaksanakan dengan setulusnya Upacara Sakramen: Perjamuan Kudus dan Baptisan Kudus. Dan yang ketiga yang tidak berbeda pentingnya adalah adanya peraturan organisasi yang menghidupi dan dihidupi umat. Walaupun memang aturan diciptakan untuk manusia dan bukan sebaliknya, namun bagaimanapun gereja di sepanjang abad tetap membutuhkan aturan untuk membantunya dalam kesetiaan tugas panggilannya: bersaksi, bersekutu, dan melayani.
Tugas Penatalayanan Gereja
Sebagaimana yang kita percaya, GPP adalah sebuah arak-arakan dalam suatu perjalanan yang mulia. Hal ini menyadarkan bahwasanya ada banyak jiwa yang diembankan kepada kita untuk dipertanggungjawabkan untuk mencapai titik akhir dari perjalanan yang mulia tersebut, dan untuk itu apakah yang kita butuhkan? Tentu saja jawabnya: pengorganisasian (penatalayanan). GPP diorganisir dengan baik untuk mencapai misinya, bilapun ia berpikir untuk semakin besar hal itu disadari bukan untuk kemegahannya tetapi untuk kemuliaan Sang Pemberi Kewenangan.
Pada tahun-tahun belakangan, kita telah menetapkan tema tahunan sebagai landasan kegiatan gereja kita sepanjang tahun berjalan (Tahun Koinonia 2012, Diakonia 2013, Marturia 2014). Ini menunjukkan ada sesuatu yang ingin dicapai oleh gereja kita, dan dengan demikian tentu saja menjadi sangat logis bila pencanangan Tahun Penatalayanan (Taon Hajuarabagason) dirumuskan untuk menguatkan pelayanan gereja demi pencapaian visi tersebut. Penatalayanan yang dimaksudkan adalah mencakup bidang administrasi, organisatoris, dan inventarisasi. Tanpa penatalayanan yang baik maka GPP bukan saja dapat memboroskan begitu banyak energi, waktu dan dana yang ada namun dapat juga gagal mencapai sasaran, visi dan misinya. Hal ini harus diakui bukanlah pekerjaan yang mudah, dibutuhkan ketetapan hati dan kerja keras dari semua pihak yang turut serta dalam arak-arakan yang mulia ini. 40 tahun gereja kita yang telah dirayakan pada tahun yang lalu selain mensyukuri berbagai kebajikan dan rahmat Tuhan, kita diundang melakukan introspeksi, meneliti dan memeriksa diri kita sedalam-dalamnya, mengkoreksi diri dan bertobat dari kesalahan (termasuk bidang administrasi, organisatoris, dan inventarisasi).
a.       Administrasi
Salah satu pesan Sinode Agung XII GPP yang telah laksanakan dengan baik kemarin adalah penataan sistem administrasi di setiap tingkatan struktural. Perbaikan-perbaikan sistem keuangan juga menjadi sub-bagiannya, bukan saja mengenai penguatan Sistem Sentralisasi yang menjadi kebanggaan kita selama ini namun juga transparansi yang harus tetap dikedepankan. Bukankah Kitab Suci juga sangat menjunjung transparansi atau keterbukaan dan menolak kegelapan? Hiduplah sebagai anak-anak terang dan singkapkanlah kegelapan (Efesus 5:8,11). Harus ada keputusan-keputusan konkret untuk hal ini, mungkin di masa lalu ketegasan ini masih merupakan kerinduan, namun kita bisa memulainya mulai tahapan ini. Misalnya pelaporan yang keuangan dengan sistem yang profesional dan tentu saja on line, sehingga semua pandangan bisa menatapnya. Atau fungsi pengawasan yang lebih ditingkatkan, dan seterusnya. Dan saya rasa perlu juga bersama kita mengevaluasi (bila ada) faktor-faktor penghambat yang mungkin selama ini secara tidak sadar selalu kita “pelihara” dalam sistem administrasi gereja kita.
b.       Organisatoris
Di beberapa gereja sahabat hal ini menjadi persoalan kompleks, pengamatan sederhana saya akibat dasar yang kurang kuat dan ditambah komunitas yang sudah jauh lebih besar dibandingkan gereja kita. Organisatoris adalah perbaikan gereja yang menekankan semangat tertib organisasi, di dalamnya sudah termasuk pemuktahiran data anggota yang akurat dan terjangka, pembagian nota tugas yang jelas dan terarah, pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, penjajakan mewujudkan Badan Pekerja Rapat Pendeta (atau pelayan lainnya), hingga pada penempatan tenaga staff dan pelayan yang berdasarkan kompetensi. GPP secara organisasi juga harus selalu tanggap terhadap isu-isu lokal dan global di sepanjang zaman (misalnya isu Perubahan Iklim, Politik, LGBT, dan sebagainya), memberikan pencerahan dan turut andil dalam pengentasan ketidakadilan.
c.       Inventarisasi
Bagian penatalayanan ini menyangkut tentang aset dan pengembangan gereja. Secara umum, inventarisasi dilakukan dalam rangka usaha penyempurnaan pengurusan dan pengawasan yang efektif terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh GPP. Dengan demikian, program yang akan dilakukan ke depan ini bukan hanya mencatat lalu menyediakan data dan informasi (keadaan) harta milik organisasi gereja kita, namun juga memudahkan pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana yang kita miliki. Inventarisasi ini akan menguatkan Tata Gereja dan Kepemimpinan Sinodal yang telah dituangkan dalam AD/ART GPP yang menjadi acuan juga semangat gereja kita. Yaitu menjangkau setiap apa yang telah dipinjam, dibeli, dihibahkan, ataupun segala sesuatu yang telah menjadi milik dan hak gereja kita. Tentu saja hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, tetapi menurut hemat saya sungguh baik sekali dimulai dan dilakukan demi menghindari air mata penyesalan yang dilahirkan atas perasaan ketidakpedulian ataupun ketidakmenghargai apa yang telah Tuhan anugerahkan bagi GPP.
Akhir kata, visi GPP memberitakan Firman Tuhan tentang keselamatan hidup yang kekal yang dianugerahkan Allah Bapa melalui Tuhan Yesus Kristus dan pertolongan oleh Roh Kudus harus selalu menjadi nafas pelayanan kita, dan penatalayanan yang baik adalah pondasi perwujudannya sebagai pertanggungjawaban atas arak-arakan mulia yang diembankan pada kita.

Medan,    Pebruari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar