- Penting sekali untuk diketahui bahwa nas Yesaya 51:6 ini ditujukan kepada orang-orang buangan di Tanah Babel (sekarang disebut Irak). Siapakah oran buangan itu? Menurut catatan penutup Kitab Yeremia (52:28-30), 4.600 orang Israel (Yehuda) dibawa ke Babel dalam tiga gelombang antara tahun 598 dan 582 sM. Memang mungkin hanya kaum laki-laki yang dihitung dalam angka itu, sehingga jumlah jiwa seluruhnya mencapai 15 sampai 20 ribu orang, mengingat bahwa anggota-anggota keluarga ikut dipindahkan ke sana.
- Bagaimanakah kehidupan mereka di Babel? Orang-orang buangan tersebut berasal dari golongan atas di Yerusalem, bangsawan, dan pegawai tinggi, ditambah dengan ratusan ahli dan tukang bangunan. Mereka sesungguhnya diperbolehkan tinggal bersama-sama dan menetap dengan masyarakat setempat, boleh mendirikan rumah pribadi, bertani, berdagang, memelihara agama dan budayanya sendiri, bahkan beberapa di antara mereka dikatakan mendapatkan jabatan bagus di pemerintahan Babel, walaupun memang dalam saat-saat tertentu mereka juga harus bekerja rodi menurut perintah penguasa Babel. Tetapi secara umum, mereka sebenarnya merasa nyaman di sana.
- Tetapi di situ jugalah yang menjadi letak permasalahannya, karena kesejahteraan lahiriah (ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang mereka alami tidak berbanding lurus dengan “suasana batiniah” umat yang terbuang tersebut. Dimungkinkan sekali bahwa mereka yang di babel tersebut masih berhubungan (berkomunikasi) dengan umat yang masih tinggal di Yerusalem, yang juga telah dideklarasikan sebagai bagian propinsi (kesatrapan) Kekaisaran Babel. Bisa dibayangkan bagaimana tersiksanya hati dan perasaan mereka, Tanah Leluhur (Yerusalem) itu masih ada tetapi mereka saat ini harus jauh dari sana. Seperti semua orang yang dijajah dan dibuang, mereka mengingat-ingat akan kebesaran bangsanya pada masa silam dan mengidam-idamkan pembangunan baru. Air mata saat ini telah menjadi makanan mereka siang-malam, kapankah atau akankah mereka dapat kembali ke Tanah Air tercinta? Mereka bahkan saat ini hampir sampai pada kondisi stagnan tanpa pengharapan.
- Apakah yang mereka butuhkan saat ini? Tentu sekali: sebuah Pengharapan! Dan itulah yang dinyatakan Tuhan untuk umat-Nya. TUHAN sendiri yang akan melakukan keselamatan hingga kerajaan-Nya meliputi semua bangsa. Allah akan menentukan bentuk hidup bersama dalam hukum dan menjaga keadilan bagi merek. Sebagai bukti dari kuasa Allah tersebut dilukiskan dengan gambaran “hari kiamat” yang didatangkan-Nya – seperti tulah yang dilakukan-Nya melalui Musa di Mesir dahulu – sebagai persiapan pelepasan umat-Nya. Tetapi yang terpenting bahwa keselamatan yang akan diberikan TUHAN itu adalah tidak bersifat sementara, tetapi kekal, tanpa akhir.
- Firman Tuhan ini menjadi aktual ketika kita diperhadapkan pada kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini. Penderitaan, masalah, pergumulan, dan banyak hal yang membuat kita tak jarang merasa sedang berada dalam “Tanah Pembuangan”. Membuat kita terkadang menjadi takut untuk menatap masa depan, bahkan mungkin untuk bermimpi saja pun tidak lagi mampu. Penghiburanlah yang kita butuhkan, Pengharapan: janji Tuhan bahwa Ia sendiri yang turun tangan membebaskan kita dalam perwujudan kese-lamatan yang tanpa akhir. Bersama TUHAN sebagai warga kerajaan-Nya. Pengharapan itu, tentu adalah menjadi semangat baru bagi kita di sini, dan saat ini.
Pendeta Gereja Protestan Persekutuan, Magister Theologi (Perjanjian Lama) STT Gereja Methodist Indonesia Bandar Baru, Dosen Perjanjian Lama IAKN Tarutung.
Senin, 23 Juni 2014
KESELAMATAN YANG TANPA AKHIR (Yesaya 51:6)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar