Kamis, 21 Mei 2015

Dipilih Untuk Menjadi Berkat (Refleksi 40 Tahun Gereja Protestan Persekutuan)




Dalam Kitab Suci, bila kita dapat menyebutnya sebagai sebuah sejarah seperti dalam pengistilahan orang Jerman “Geschicte sejarah merupakan kenyataan hidup yang mengikat, sejarah harus dilihat dengan kesadaran bahwa setiap generasi memberikan muatan baru dalam sejarah yang telah ada dan yang sedang berjalan), sesungguhnya penuh dengan cerita bagaimana Allah dengan pertimbangan-Nya sendiri dan secara cermat telah memilih dalam keagungan-Nya, bertindak bebas, dan menuntut pertanggungjawaban atas pemilihan tersebut. Tidak ada ketetapan mengapa panggilan itu ditujukan kepada yang bersangkutan, hal itu tetap merupakan rahasia yang seluruhnya berasal dari inisiatif Allah. Para nenek-moyang Israel bukanlah orang-orang yang ideal, mereka adalah orang-orang yang biasa, namun merekalah yang dipilih Allah untuk menjadi sarana apa yang akan Allah kehendaki di bumi ciptaan-Nya. Menjadikan sebuah bangsa yang besar yang menyalurkan keselamatan kepada bangsa-bangsa yang lebih luas cakupannya, inilah tujuan pemilihan yang me-miliki dimensi horizontal yang universal, inilah dasar utama dari apa yang sering disebutkan sebagai Teologi Pemilihan.

Israel Sebagai Umat Pilihan
Kata Israel (Ibrani: Yisra'el), adalah menunjuk kepada sebuah bangsa Semit Barat, disebut sekitar 2514 kali di dalam Perjanjian Lama. Kejadian 32:28-29 menyebutkan alasan penyebutannya dengan kalimat: “… sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang” (Alkitab berbahasa Inggris/KJV: “… or as a prince hast thou power with God and with men, and hast prevailed”).

Selanjutnya para ahli Perjanjian Lama melihat bahwa faktor keilahian tidaklah mungkin menjadi objek dari sesuatu, dan dika-renakan bahwa “El” (Allah) bukanlah hanya sebatas sebuah sebutan biasa tetapi merupakan nama dari Allah bernama “El”, maka Israel haruslah berarti “El-struggles” (El-bergumul) atau “El-strives” (El-bekerja keras). Ungkapan ini sangat cocok untuk menggambarkan apa yang akan Allah perbuat bagi bangsa pilihan-Nya ini pada waktu-waktu yang selanjutnya dalam perjalanan mereka sebagai bangsanya “El” (Allah). Implikasi teologisnya: Begitu Allah telah memu-tuskan untuk memilih suatu umat, maka Ia pun bertanggung jawab penuh untuk memperjuangkannya!
Gereja Sebagai Umat Allah
Dalam perjalanannya sebagai bangsa pilihan, Israel sering sekali jatuh, dan terjatuh lagi. Namun menurut Paulus, Israel sebagai bangsa tidak ditolak untuk selamanya. Mereka tersandung, tetapi tidak selamanya akan terjatuh. Berakar pada iman keyahudiannya, Paulus sangat yakin bahwa firman Allah akan selalu membawa hasil, “Akan tetapi firman Tuhan tidak mungkin gagal” (Roma 9:6a). Allah tidak pernah salah memilih bangsa Israel dan Ia tetap setia kepada mereka, dan sejarah Israel telah membuktikan kesetiaan Tuhan tersebut. Anugerah Allah tak tertahan dan mengalahkan kekerasan hati manusia.
Allah tidak pernah ragu-ragu menetapkan pilihan-Nya pada Israel, namun Israel gagal menanggapi anugerah Allah secara positip. Karena tidak taat, Israel gagal mencapai kebenaran yang mesti dicapainya. Mereka demikian karena tidak memiliki pemahaman diri yang tepat tentang hakikat umat Allah. Umat Allah yang sejati ialah mereka yang dibenarkan oleh iman, bukan karena daging dan perbuatan. Demikianlah untuk ini Nygren, seorang teo-log Perjanjian Baru, mengatakan bahwa ada dua hal yang bagi Paulus merupakan kepastian: yang pertama adalah bahwa Allah memberikan janji-janji-Nya kepada Israel dan tidak pernah menghancurkan mereka. Kedua, Janji-janji Allah tersebut dipenuhi di dalam Kristus!
Penolakan Israel membuat bangsa-bangsa lain sekarang memeroleh kesempatan yang luas untuk menjadi umat Allah dalam konsep Israel yang baru. Ketidakpercayaan Israel membuat keselamatan ditawarkan kepada mereka yang tadinya dikatakan bukan bagian dari umat. Begitulah kegagalan orang Israel membuka peluang yang lebar sehingga bangsa-bangsa lain dapat ber-bondong-bondong diselamatkan dan masuk menjadi anak-anak perjanjian. Sebelumnya pemilihan Allah atas bangsa Israel sebagai umat-Nya adalah merupakan sebuah anugerah, demikian juga karena anugerah tersebut maka setiap bangsa yang percaya masuk ke dalam komunitas umat Tuhan. Komunitas yang melewati batas-batas hubungan lahiriah dan kebangsaan, namun penekanannya adalah lebih kepada kekuasaan yang bebas dan mutlak dalam diri Allah untuk memilih umat yang beriman kepada-Nya.
Kemerdekaan sekarang yang sudah dinikmati dan yang masih akan datang untuk segala ciptaan, semua terjadi berkat anugerah Tuhan semata, semuanya terjamin oleh kasih Tuhan yang tidak pernah menyesali pilihan-Nya. Tidak ada apapun di dunia yang dapat memisahkan orang percaya dari kasih Tuhan itu. Umat Israel tetap menjadi kekasih Allah dan Tuhan tidak menyesali panggilan-Nya (bandingkan Roma 11:28-29). Allah sama sekali tidak pernah memutuskan status keumatan mereka, perjanjian-Nya dengan para leluhur Israel selalu berlaku untuk selamanya, namun demikian juga, ketika Israel sebagai bangsa pilihan masih gagal dan gagal lagi, maka Israel baru telah dimunculkan-Nya sebagai perwujudan kasih Allah yang luas dan yang tak terbatas, yaitu: gereja!
Umat Kristen (gereja) adalah orang yang cangkokkan kepada pohon zaitun sejati, yaitu orang Kristen yang berasal dari berbagai bangsa (yang disebut dengan istilah “zaitun liar”). Zaitun-zaitun liar tersebut adalah konsep keisraelan yang baru, dalam riwayat perjanjian Allah kepada umat-Nya yang terpilih menjadi bangsa Allah. Keselamatan yang diberikan kepada komunitas “Umat Israel yang baru” bukanlah sesuatu yang diambil dari mereka yang membuat Israel menjadi terbuang dan hancur, tetapi Israel baru yang dimaksudkan adalah sebuah lingkungan yang berbeda di dalam iman kepada keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus.
 
GPP sebagai Umat Allah
Tentu kita bersyukur bahwa GPP pada bulan ini genaplah berusia 40 tahun (18 Mei 1975 – 18 Mei 2015), iman kita berkata benarlah bahwa dalam perjalanan 40 tahun ini Allah yang telah memilih kita sebagai umat-Nya telah dan selalu bergumul untuk gereja ini. Banyak hal yang Allah telah perbuat, dan banyak hal yang ajaib yang telah diberikan-Nya bagi pribadi maupun keluarga kita melalui gereja GPP. Sukacita, kedamaian keluarga, anak-anak yang terbanggakan, kesembuhan dari penyakit, hasil panen yang baik, adalah sebagian contoh berkat Tuhan yang kita peroleh dari karya-Nya melalui gereja kita ini.
Namun, di sisi yang lain saat ini selayaknyalah kita juga menundukkan kepala untuk merenungkan apa saja yang telah dilakukan oleh gereja (baca: Pelayan dan anggota jemaat) GPP bagi orang lain. Walaupun juga tidak dpat dinafikan dalam beberapa hal kita telah mulai melakukannya, namun selayaknya kita telah melakukan lebih banyak hal lagi sebagai wujud kedewasaan dan kemandirian gereja kita. Bukankah bila kita meyakini bahwa GPP adalah bagian umat yang dipilih Allah, maka kita juga harus percaya bahwa GPP ini memiliki tanggung jawab untuk menjadi berkat dan kebaikan bagi orang lainnya?
Menjadi berkat yang lebih luas tentunya harus lebih dahulu dimulai dengan mewujudkan kemandirian gereja. Yang dimaksud dengan kemandirian gereja di sini adalah upaya bersama terus-menerus memerkembangkan semua kemampuan (potensi) dan pemberian Tuhan secara bebas dan bertanggung jawab bagi persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Melalui proses kebersamaan itu gereja kita menuju “kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13). Ini artinya semuanya harus terlibat dalam pelayanan dan kebangunan gereja sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap anggota jemaat.
Selanjutnya harus dipahami, di dalam diri Yesus Kristus yang datang di tengah-tengah kancah kehidupan bumi, Allah yang berkenan mengawali misi-Nya untuk menyelamatkan-sejahterakan dunia dengan membebaskan manusia dari dosa, maut dan segala bentuk penindasan dan penderitaan di dalam rahmat pengampunan-Nya. Hakikat dan tujuan hidup gereja adalah keikutsertaanya dalam misi ilahi tersebut sebagai berkat bagi yang lainnya dengan hal yang praktis sekalipun: pertama, menjadi prototype (teladan) yang baik bagi dunia sebagaimana apa yang dilakukan oleh Yesus dalam karya penyelamatan-Nya di bumi ini. Bukankah langkah ini (menjadi tiruan Kristus) menjadi salah satu daya tarik kekristenan pada abad pertama sehingga gereja-gereja pada waktu itu mendapat tempat di hati masyarakat sekitar yang terasa mendapatkan berkat atas kehadiran gereja?
Yang kedua, tentu saja GPP harus selalu tanggap akan perubahan-perubahan atau isu-isu yang berlangsung di sekitarannya, karena gereja GPP memang diutus untuk hidup di tengah-tengah dunia ini. Namun demikian tidak hanya cukup memerhatikan, atau menonton semata, namun turut serta bergumul di dalamnya, memikirkan dan bertindak demi mendatangkan kebenaran dan keadilan dalam banyak ranah kehidupan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus pernah berkata, “kamu adalah garam dunia, kamu adalah terang dunia” (Matius 5:13,14).
Baiklah kita mengutip sebuah falsafah Prancis yang sangat terkenal, “noblesse obligekira-kira artinya: dalam nama yang luhur terkandung tanggung jawab yang luhur pula. Dalam kaitannya dengan genapnya 40 tahun gereja GPP, usia itu juga memiliki tanggung jawab yang lebih dewasa pula! 
Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar