Khotbah
Ibadah Perjamuan Kamis Putih
Kamis,
09 April 2020
1
Korintus 11:23-32
“Menyatukan
diri dengan Tuhan”
23 Sebab apa yang telah kuteruskan
kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam
waktu Ia diserahkan, mengambil roti
24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya;
Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi
kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
25 Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah
makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan
oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan
akan Aku!"
26 Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan
minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.
27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak
makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.
28 Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji
dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.
29 Karena barangsiapa makan dan minum tanpa
mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.
32 Tetapi kalau kita menerima hukuman dari
Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia.
Keluarga
yang dikasihi oleh Tuhan, sebagaimana yang kita ketahui bahwa tidak hanya dalam
budaya Batak tetapi hampir dalam tradisi di seluruh belahan dunia yang sangat
menghargai wejangan atau nasehat terakhir dari orang-orang yang dikasihi.
Biasanya pesan atau “tona” tersebut adalah cara kita untuk menghormati bahkan untuk
“menyatukan diri” dengan mereka yang telah mendahului kita. Sebagaimana seorang
anak sulung yang selalu ingat ketika orang tuanya sebelum meninggal dan berpesan,
“anakku yang kusayang, jagalah adik-adikmu dengan baik karena engkaulah yang nantinya
menjadi pengganti orang tua bagi mereka”. Kemampuan untuk menghidupkan pesan
terakhir orang tuanya itu merupakan harga diri dari si anak sulung tersebut. “Menjaga
hidup adik-adiknya dengan baik” adalah cara si anak sulung untuk menghormati
dan untuk “menyatukan diri” dengan orang tua yang sangat dicintainya walaupun
mereka telah tiada. “Mangulahon tona” adalah cara yang terbaik dari seorang
anak untuk merasakan kehadiran dia yang dikasihinya walau raga mereka telah
dipisahkan oleh kematian.
Keluarga
yang dikasihi Tuhan, Firman Tuhan yang menjadi dasar renungan kita pada
peringatan Perjamuan Kamis Putih malam ini adalah pesan terakhir kepada para murid
yang dikasihi-Nya sebelum Tuhan Yesus menyerahkan diri-Nya untuk kematian di keesokan
harinya. Pesan itu disampaikan-Nya pada malam perjamuan terakhir walau para
murid pada saat itu belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus.
Memecah-mecahkan roti dan memberikan anggur melalui cawan Tuhan kepada para
murid adalah bentuk ajakan Tuhan supaya para murid mau “menyatukan diri” dan menyatukan
rasa dengan Tuhan yang bersedia menderita untuk dunia. Dahulu, memecahkan roti
dan meminum dari cawan Tuhan adalah peringatan yang dimiliki setiap orang Israel
atas kenangan bahwa kuasa Tuhan pernah dan telah melepaskan nenek moyang mereka
dari perbudakan kejam di Tanah Mesir. Dan saat ini, Tuhan Yesus memerbaharui
perjanjian itu dengan memberikan makna yang lebih agung dan yang bukan hanya berlaku
bagi satu bangsa tetapi bagi bangsa di seluruh dunia: Saatnya telah tiba, semua
makhluk akan dibebaskan dari perbudakan kejam akibat dosa! Perjamuan Kamis
Putih adalah cara untuk menyatukan diri kita dengan Tuhan, “mangulahon tona”
yang Tuhan perintahkan bagi para murid dan bagi seluruh orang percaya.
“Mangulahon
tona” menjadi harga hidup setiap orang percaya, melakukan pesan-Nya menjadi
alat kebersatuan kita dengan Tuhan yang kita percayai dan yang sangat kita
cintai. Memakan roti dan meminum dari cawan Tuhan adalah proklamasi bahwa kita
bersedia hidup di dalam jalan yang Tuhan telah teladankan melalui hidup dan
gaya hidup-Nya yang tulus: hidup yang bersedia menderita karena kebenaran, hidup
yang bersedia berkorban menentang ketidakadilan, hidup yang rela berkorban bagi
sahabat dan yang dikasihi-Nya, tidak akan mundur ketika pergumulan menghadang
dan tidak akan menyerah sekeras apapun tantangan menanti di depan mata. Ia juga
yang bersedia menopang mereka yang membutuhkan topangan tangan, memberikan
pelukan hangat kepada anak-anak yang dikasihi-Nya, memberikan penerimaan kepada
perempuan yang dikucilkan dari masyarakat, memberikan pengampunan kepada yang dianggap
hina karena dosa, memberi harapan kepada orang-orang yang putus asa, mengembalikan
semangat kepada para murid yang dihantui rasa bersalah, dan bersedia turut
serta menangis dengan setiap mereka yang berduka.
Satukanlah
diri dengan Tuhan, melakukan pesan perjamuan menjadi satu dengan-Nya dalam
hidup dan sikap hidup yang Tuhan telah tunjukkan.
Selamat memeringati Perjamuan Kamis
Putih,
Tuhan
memberkati.
Pdt. Roy Charly
Sipahutar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar