|
Tentu saja, bila kita tertarik akan kesejarahan
GPP dalam hal ini tentang unsur-unsur ibadah dan liturgi, bahkan tata gereja
juga tidak dapat terlepas dari warisan yang diperoleh dari “gereja asal” sebelum
ia manjae (tahun 1975) yaitu
HKBP. Walaupun tidak semua unsur yang
ada itu diambil-alih seutuhnya, namun asal-muasalnya haruslah dirunut cermat nun
dari sana.
Liturgi gereja HKBP menurut sejarahnya berasal
dari Kerajaan Prusia, Jerman. Pada waktu itu (abad ke-18, setelah Reformasi
Gereja semakin melembaga) terdapat bermacam-macam denomi-nasi (nama, aturan,
dan aliran) Gereja di Jerman, tetapi secara umum hanya ada dua aliran Gereja
yang ada, yakni Lutheran dan Calvinis. Keyakinan Kaisar yang memerintah Jerman
waktu itu adalah apabila agama bersatu (dan hanya satu), maka negara akan
menjadi kuat, dan apabila negara kuat, berarti kekuasaan Kaisar juga kuat.
Karena itu negara berkepentingan untuk menyatukan berbagai denominasi yang ada
di Jerman pada waktu itu, dan salah satu caranya adalah menyatukan tata ibadah
yang ada agar menjadi sama di seluruh Jerman. Proses penyatuan ini juga memakan
waktu bertahun-tahun dan akhirnya diputuskan untuk menggunakan tata ibadah yang
adalah gabungan dari tradisi Lutheran dan Calvinis.
Sehingga versi Tata Ibadah Minggu yang kita
pakai sekarang adalah penggabungan kedua tradisi tersebut (dikenal juga sebagai
Tata Ibadah Uniert, harfiah:
disatukan), yang lahir sebagai sebuah liturgi kompromi di dalam pertentangan.
Tata ibadah itu yang dibawa dan dikembangkan lembaga penginjilan RMG ke
Indonesia, khususnya di gereja Batak dan di sebagian Kalimantan.
Yang menariknya, tata ibadah Minggu HKBP
sendiri telah beberapa kali mengalami perubahan. Agenda pertama (dari bahasa
Jerman “Agende” atau “Kirchenagende”,
dulu di gereja penye-butannya bahkan sempat “Agende”) yang dipakai dicetak pada tahun 1894. Ada
yang mengatakan bahwa tahun 1903 agenda sudah disusun, namun pelaksanaannya tidak seragam di semua gereja.
Tahun 1904 agenda gereja Batak yang ditulis Jung dan Steinsieck yang juga berasal dari Prusia disusun 23 orang ahli Teologi Gereja Lutheran dan Reformiert (Calvinis) ditetapkan dua liturgi untuk
kebaktian: Khusus Pendeta: Pembacaan Votum dan Introitus, Berita Pengampunan dosa, dan Berkat. Khusus Guru Jemaat dan Penatua:
Nyanyian, Hukum taurat, dan Epistel.
Ini berarti Agenda yang dipakai pendeta
non-Batak berbeda dengan yang dipakai oleh Guru Huria. Tata ibadah Minggu yang
dipakai oleh Guru Huria dan Penatua tidak memiliki Votum, Pengam-punan Dosa, dan
Berkat karena dianggap kurang pantas untuk mengucapkan kata-kata tersebut.
Tahun
1906 Agenda cetakan ke-2 disusun
oleh Johannes Warneck dan tidak ada pembedaan li-turgi antara Pendeta dan Guru
Jemaat atau Pena-tua, hanya formulasi doa berkat yang berbeda.
Tahun 1907, Agenda dicetak ulang tetapi tidak
memiliki perubahan yang signifikan. Pada tahun 1918 Agenda disamakan, dan
cetakan tahun 1937-lah yang dipakai pada saat ini. Tentu dalam perkembangannya
GPP secara substansi tidak mengubah secara mendasar, hanya saja terdapat
penyederhanaan tata letak yang memudahkan Liturgis (paragenda) memandu ibadah.
Tata Ibadah GPP
dan Artinya
Setiap urutan dalam tata ibadah GPP memiliki
makna yang dalam. Banyak dari anggota jemaat yang mungkin hanya mengikuti Ibadah
Minggu di GPP tanpa mengetahui makna dari setiap acara. Hal ini mungkin menjadi
penyebab kenapa ada sebagian orang yang mengatakan bahwa mereka merasa bosan
dan tidak bergairah mengikuti iba-dah tersebut, karena kita sendiri tidak tahu
apa yang kita ikuti! Berikut adalah urutan dalam Tata Ibadah Minggu biasa yang
tertulis di Agenda GPP. Berikut urutannya sesuai dengan yang tertuang dalam
Agenda GPP, beserta pemaknaannya.
·
Sebelum memasuki acara yang pertama,
jemaat telah memasuki ruang kebaktian dan bersiap menunggu lonceng dibunyikan
(di beberapa ge-reja mungkin tradisi ini tidak ada, mungkin kare-na
keterbatasan). Setelah lonceng dibunyikan, jemaat akan bersaat teduh (martangiang na hohom) untuk menyerahkan diri kepada Tuhan,
menyiapkan hatinya untuk mengikuti ibadah.
· Nyanyian Bersama
Nyanyian pembukaan ini sebenarnya
merupakan nyanyian panggilan beribadah. Tetapi hati kita sudah harus siap untuk
mengikuti ibadah sejak lonceng dibunyikan. Karena itu, nyanyian ini adalah
kesiapan hati kita untuk mengikuti panggilan ibadah tersebut.
· Votum, Introitus, dan Doa Pembukaan
Votum (dari bahasa Latin, artinya:
keinginan) adalah meterai pertanda bahwa Allah hadir di dalam ibadah tersebut
dengan ucapan: “Di dalam Nama Allah Bapa, dan Nama Anak-Nya Tuhan Yesus
Kristus, dan Nama Roh Kudus.” Inilah yang membedakan ibadah dengan pertemuan
biasa, ibadah adalah persekutuan umat percaya yang menyambut kedatangan dan
kehadiran Allah.
Introitus (Latin: pengantar prosesi) adalah
per-nyataan atau ajakan yang dikutip dari nas Alki-tab. Bacaan ini diambil
berdasarkan Minggu Ge-rejawi tertentu. Nas Alkitab ini juga menan-dakan bahwa
jemaat sedang berada dalam sua-sana perayaan Minggu Gerejawi tertentu. Nas
Alkitab ini disambut jemaat dengan menya-nyikan “Haleluya” yang artinya
“Pujilah Tuhan!”
Sambutan Jemaat disusul dengan doa
pembu-kaan menekankan unsur kebersamaan. Doa ini disampaikan bersama, memohon
agar Tuhan Allah mengatur dan memimpin ibadah tersebut.
· Nyanyian Bersama
Nyanyian ini harus sesuai dengan Hari
Raya Gerejawi.
Dan juga merupakan respons Jemaat
terhadap doa pembukaan.
· Pembacaan Hukum Tuhan
Bagian ini adalah lanjutan dari
nyanyian pembu-kaan dalam ibadah. Maksudnya, dengan memer-dengarkan serta
memahami Hukum Taurat dari Allah, anggota Jemaat yang beribadah sadar akan
kesalahan-kesalahan dan pelanggaran yang dia lakukan (Roma 3:20b). Hukum Taurat
yang dibacakan bisa juga berfungsi sebagai cermin diri dan peringatan akan dosa
kita. Jemaat me-nyambut dengan memohon kekuatan untuk me-lakukan Taurat-Nya. Umat diingatkan
akan tang-gung jawab orang percaya dalam hidup sehari-hari secara vertikal dan horizontal. Bagian ini tidak harus bersumber atas kesepuluh Hukum
(Dasa Titah) tetapi juga dari nas tertentu lainnya (bahkan mungkin nantinya
dapat ditambahkan dari Buku Tata Gereja atau Siasat Gereja GPP).
Dalam tata ibadah Lutheran yang asli,
tidak ditemukan bagian ini (Dasa Titah ataupun nas-nas lain yang
menggantikannya). Ini adalah contoh yang baik dari tesis penggabungan antara
Tradisi Lutheran dan Calvinis (Uniert).
· Nyanyian Bersama
Nyanyian ini berisi respons Jemaat
atas harapan Allah untuk menjalankan hukum Tuhan. Isi nya-nyian ini harus
berkaitan dengan Hukum Taurat.
· Pengakuan Dosa
Umat tidak dapat terus berjalan tanpa dosanya diampuni oleh Tuhan,
karena dosa itu pemisah hubungan antara Tuhan dan manusia. Supaya hubungan itu
dipulihkan maka dari manusia perlu pengakuan bahwa dirinya berdosa. Jemaat memohon dalam kerendahan hati
dan mengiba kepada Tuhan agar dosanya diampuni (Lukas 15:21). Untuk masuk ke
dalam persekutuan dengan Allah, maka segala dosa harus terlebih dahulu
dibersihkan. Setelah berdoa, janji Allah akan pengampunan dosa kita akan
dibacakan. Allah mengampuni dosa dari orang yang telah mengakui dan menyesali
dosa-dosanya (Yehez-kiel 33:11). Setelah mendengar pengampunan dosa, kita
bersukacita dan memuji Tuhan de-ngan mengucapkan “Kemuliaan bagi Allah di tempat
yang Maha Tinggi. Amin.”
Dalam Forum Pertemuan Pendeta terdahulu
telah dirumuskan adanya nyanyian (dan boleh hanya diiringi musik) di antara
“Pengakuan” dan “Pengampunan”, hanya saja memang belum direvisi dan dituangkan dalam
Agenda GPP.
· Nyanyian Bersama
Nyanyian ini adalah respon Jemaat atas
pengampunan dosanya.
· Pembacaan Firman (Epistel)
Setelah umat mengakui dosanya, maka
Allah datang menyapa umat-Nya melalui Firman yang dibacakan sebagai petunjuk
hidup baru. Ini adalah kata-kata Allah menyapa umat-Nya mela-lui surat kiriman
(Epistel), yang isinya untuk mendorong umat berbuat baik dan bersaksi. Se-telah
pembacaan Alkitab, Liturgis membacakan “Berbahagialah mereka yang mendengarkan
dan memelihara Firman Allah. Amin.” Perkataan ini bermaksud agar umat mengingat
bahwa Firman Allah adalah untuk diindahkan, bukan untuk didiamkan saja.
· Nyanyian Bersama
Nyanyian ini adalah respon umat atas
pem-bacaan Alkitab. Karenanya, nyanyiannya pun harus sesuai dengan pembacaan
Epistel.
· Pengakuan Iman Rasuli
Jemaat dipanggil kembali
untuk mengucapkan pengakuan umat Allah sepanjang abad kepada Allah bersama-sama
dengan seluruh umat Allah di dunia ini, baik jemaat terdahulu, maupun jemaat
terkini dan jemaat yang akan datang.
Bagian ini adalah bagian yang harus
ada dalam setiap ibadah Umat Kristen karena melalui bagian ini kita mengucapkan
pengakuan iman kita akan Trinitas: Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh
Kudus. Kita mengakui ini karena dosa yang telah dihapuskan dan Firman Allah
(Epistel) yang telah dibacakan mendorong kita untuk mengakui iman kepercayaan
kita.
· Warta Jemaat
Bagian ini seringkali dirasa tidak
perlu terdapat di dalam ibadah (misalnya, di pada umumnya gereja Calvinis yang
membaca warta jemaat di luar ibadah). Namun, GPP memasukkan Warta Jemaat sebagai
bagian dari ibadah karena se-mua kegiatan Jemaat adalah karya Allah dalam hidup
kita. Karena itu, Warta Jemaat sebenarnya hanya berisi hal-hal yang ada
kaitannya langsung dengan kehidupan Jemaat. Setelah Warta, Jemaat mendoakan
hal-hal tersebut.
· Doa Syafaat
Syafaat (Arab: syafaah, Ibrani:
syofet, Inggris: intercession) artinya: perantara, berada antara pelayanan mimbar dan altar
(antara pemberitaan firman dan persembahan atau misa). Luther melakukan seperti
itu.
· Nas Persembahan
Merujuk bahwa memberikan Persembahan
adalah warta Firman Allah, sebagai perwujudan kesetiaan kita pada perjanjian
antara umat dengan Allah.
· Nyanyian Bersama
Nyanyian ini merupakan respons jemaat
akan pengakuan imannya, sekaligus pengantar untuk khotbah yang akan
didengarkan. Persembahan I dan II juga dikumpulkan pada pada waktu ini. Hal ini
berarti bahwa mereka yang bersaksi melalui Pengakuan Iman, bersaksi juga
melalui pengakuan akan berkat Tuhan yang diterimanya dan kesediaan hatinya
untuk memberikan “persembahan syukur” sesuai dengan Taurat.
· Khotbah
Sesuai dengan Tradisi Lutheran, Khotbah
adalah puncak dari acara Ibadah Minggu. Semua bagian dari Ibadah Minggu tidak
boleh lepas dari nas khotbah yang akan disampaikan. Khotbah bu-kanlah pidato
atau ceramah, melainkan Allah yang berbicara melalui pengkotbah, sebagai bekal
hidup, pegangan dan penuntun hidup Jemaat.
· Nyanyian Bersama
Nyanyian bersama ini adalah untuk
merespons Firman Tuhan yang baru saja didengar, dan sekaligus sebagai penekanan
kembali khotbah tersebut. Karena khotbah adalah klimaks, maka menurut saya, sebaiknya
tidak ada lagi acara yang dilakukan setelah khotbah selain Pengum-pulan
Persembahan (III) sebagai respon dari Firman Tuhan, dan perwujudnyataan
tanggung jawab jemaat atas tugas pelayanan (diakonia).
·
Doa Persembahan dan Nyanyian
Persembahan
Sebelum pulang ke tempat masing-masing
jemaat masih diajak untuk mendoakan per-sembahan yang telah diberikan karena
segala sesuatu perlu dibawa di dalam Dia (Kolose 1:3). Jemaat menyambut doa
tersebut dengan nyanyian bersama, yang menyatakan persemba-han hati dan
nyanyian adalah dupa terbaik bagi Allah (BE 307:3). Menariknya, dalam Agenda GPP
berbahasa Indonesia terdapat nyanyian bersama “Bersukaria pujilah Tuhan ...”, adalah
terjemahan yang baik dari BE 307:3, dan hanya GPP yang memilikinya (atau
mungkin ke depannya dapat diusulkan untuk dicantumkan dalam Buku Ende khusus
GPP?).
· Doa Penutup/Doa Bapa Kami
Jika ibadah Minggu dibuka dengan doa,
maka diakhir juga dengan doa. Doa penutup juga harus disesuaikan dengan Hari Raya
Gerejawi. Setelah itu doa tersebut disambung dengan Doa Bapa Kami. Ini
merupakan doa yang mencakup segala kepentingan Allah dan kebutuhan manusia.
Itulah sebabnya ini menjadi bagian akhir pada doa penutup.
· Doxologi
Doxologi adalah bagian dari Doa Bapa Kami
yang dinyanyikan Jemaat (sejak jemaat abad pertama, 2000 tahun yang lalu!)
sebagai respons atas seluruh karya anugerah Allah. Allah dipuji dan dimuliakan
karena Dia adalah pemilik segala sesuatu dan pemberi segala sesuatu (Matius 6:13).
· Berkat
Berkat yang ditulis di Bilangan
6:24-26 adalah berkat yang juga diberikan kepada Umat Israel. Melalui berkat
ini kita memahami bahwa Allah juga telah memberkati Jemaat dengan berkat yang
sama. Sebegai sambutan iman, maka Jemaat menyanyikan “Amin, Amin, Amin!”, yang
berarti “ya benar! Terjadilah.”
Sebuah Catatan Reflektif
Beberapa pihak pernah mengusulkan untuk
merevisi Tata Ibadah Minggu GPP, dengan alasan yang beragam. Tentunya pandangan
yang lumrah karena Gereja memang harus selalu diperbaharui, termasuk tata
ibadahnya. Dalam beberapa kali Forum Pertemuan Pendeta, isu ini telah dicoba untuk
dipergumulkan, namun sejauh ini belum mencapai suatu konsensus bersama, dalam
arti rujukan tertulis yang akhirnya dibakukan dalam Buku/Agenda GPP (mungkinkah
dapat menjadi salah satu agenda Sinode Agung mendatang, atau adanya terbentuk Komisi
Liturgi GPP?).
Namun demikian, penting selalu diingatkan
bahwa Tata ibadah Minggu GPP sebenarnya memiliki makna liturgis yang sangat
dalam. Banyak dari Jemaat yang kurang mengetahui arti setiap acara dalam ibadah
tersebut. Masalah utama adalah kurangnya sosialisasi arti liturgis Tata Ibadah Minggu
GPP ini.
Bagi pemuda dan remaja pemilihan lagu dalam
kebaktian umum sering dirasakan kurang cocok dengan jiwa mudanya. Karena itu,
sebaiknya pemuda dan remaja yang dibimbing oleh para Pelayan Tahbisan memilih lagu
yang sesuai dengan memerhatikan penempatan lagu-lagu di atas. Karena ibadah yang
dapat disebut sebagai ibadah harus memenuhi kaidah-kaidah liturgi yang benar:
keutuhan, berirama, dan seimbang.
Persiapan pemain musik
dalam ibadah juga penting, karena musik dapat mengantar kita ke dalam sebuah
penghayatan yang dalam, dan dapat juga membawa kita jatuh ke dalam pencobaan.
Pemu-sik harus selalu ingat bahwa mereka bertugas untuk mengiringi jemaat,
karena itu persiapan yang baik perlu dilakukan. Tata ibadah alternatif dengan
pemilihan lagu di luar Buku Ende dan Kidung Jemaat tentu tetap dimungkinkan
selama mereka dilakukan dengan penuh kesadaran litur-gis. Yang dimaksud
kesadaran liturgis adalah de-ngan mengindahkan kaidah urutan liturgis yang ada
dalam Tata Ibadah Minggu GPP. Ibadah “harus berlangsung dengan sopan dan
teratur” (1 Korintus 14:40).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar