Senin, 05 Mei 2014

Menjadi Pewaris Kemuliaan Kristus (Efesus 1:15-23, Hari Kenaikan Tuhan Yesus)



  1. Bila ada Hari Raya umat Kristen yang terkesan seperti “anak tiri”, jawabannya adalah: Hari Raya Kenaikan Tuhan Yesus. Lihatlah kenyataannya, bukankah tidak banyak gereja yang mempersiapkan perayaannya seperti semarak di Hari Raya Natal, Paskah, bahkan Pentakosta (turunnya Roh Kudus) sekalipun? Lihat juga dari jumlah kehadiran jemaat, setidaknya menurut pengalaman di gereja-gereja yang pernah saya layani, jumlahnya tidak sebanyak pada perayaan Hari Raya umat Kristen lainnya. Bahkan dari sisi yang paling praksis, pada hari itu apakah anda pernah mendapat ucapan “Selamat Hari Kenaikan Tuhan Yesus”? Bandingkan saja dengan lantangnya ucapan “Selamat natal” atau “Selamat Paskah” pada saat Hari Raya Natal dan Paskah.  Mengapa kah demikian? Mungkin sekali karena kita tidak merasakan adanya dampak langsung dari Kenaikan Tuhan Yesus bagi hidup kita. Bahkan mungkin bagi sebagian orang tidak ada sama sekali. Berbeda dengan Natal, saat Natal kita merasakan bahwa Tuhan lahir untuk dunia. Paskah: Tuhan mau mati untuk kita. Pentakosta: Tuhan peduli memelihara kita dengan Roh Suci-Nya. Tetapi Kenaikan Tuhan Yesus, apa dampaknya? Atau seperti kata seorang sahabat, “bukankah ketika Kenaikan Tuhan Yesus kita harus bersedih, kan kita ditinggalkan?”
  2. Di balik terali penjara di kota Roma Rasul Paulus mendengar bagaimana pertumbuhan iman jemaat di kota Efesus yang menggembirakannya. Jemaat Efesus menunjukkan kesaksian imannya bukan hanya dalam bentuk seremonial (verticalism) semata namun seimbang dengan kasih mereka terhadap sesama. Mari perhatikan anak kalimat “terhadap semua orang kudus” (ayat 15), hal itu juga menunjuk kepada persekutuan jemaat yang telah benar-benar “utuh” di antara mereka, tidak ada lagi perbedaan jemaat dengan latar belakang bangsa, status, atau apapun itu.
  3. Ucapan syukur Rasul Paulus atas pertumbuhan iman yang baik dari jemaat Efesus membuatnya selalu mengingat mereka dalam doa (ayat 16). Ini menjadi suatu tiruan yang baik bagi kita dan gereja. Rasul Paulus sering sekali membawa setiap jemaat yang dikasihinya dalam doa-doa syafaat, doa itu terucap tidak begitu saja namun lahir dari sukacita dan pergumulan yang mendalam. Inilah teladan bagi kita untuk belajar bagaimana seharusnya mengucapkan doa-doa syafaat yang sesungguhnya, baiknyalah doa itu memang menunjukkan kepedulian dari pergumulan terdalam terhadap topik-topik doa yang kita sebutkan. 
  4. Isi dari doa Rasul Paulus kepada Bapa yang mulia (Allah) supaya mereka diberikan Roh hikmat, dengan tujuan untuk dapat mengenal (bersekutu) dengan benar dengan Allah (ayat 17). Bukankah kemanusiaan kita tidak jarang membawa kepada kecenderungan salah dalam mengenal Allah? Oleh karenanya sungguh mendasar sekali kebutuhan akan Roh hikmat (Yunani: pneuma sophias) ini. Tentunya ini bukanlah roh manusia, tetapi Roh Allah yang mengajarkan (Teaching Spirit) pengetahuan yang benar tentang Diri-Nya. Setelah itu Rasul Paulus meminta agar Allah menjadikan mata hati mereka terang, karena mata hati adalah jaminan kehidupan kekal, sebab mata hati merupakan alat Tuhan supaya kita dapat melihat pengharapan di dalam Kristus (ayat 18-21). Inilah yang tidak dimiliki oleh mereka yang menyalibkan dan sekaligus masih menolak Diri Yesus adalah Anak Allah yang kudus. Tetapi orang percaya mampu melihatnya sebagai anugerah terbesar, demikian pula merasakan kehadirannya yang terus-menerus walaupun Yesus secara ragawi tidak lagi ada bersama-sama dengan mereka. Kehadiran Kristus itu diwujudkan dalam isi pengharapan yang akan selalu hidup, umat yang menjadi pewaris kemuliaan bukan hanya di dunia ini, namun juga di dunia yang akan datang. Kuasa Kristus melampaui segala kuasa yang ada. Pada masa itu, masih banyak yang meyakini adanya kuasa-kuasa “supra-natural” yang harus selau dijaga untuk ti-dak murka dan mendatangkan bala-bencana. Sehingga dengan demikian Rasul Paulus  hendak mengatakan bahwa segala sesuatu yang mereka takuti itu telah di-taklukkan dan berada di bawah kaki Yesus (ayat 22). Karena kita adalah pewaris Kerajaan Allah, tubuh Kristus, maka kekuatan itu tidak dapat lagi menyentuh kita dan tidak dapat lagi berkuasa atas kita (ayat 22-23). 
  5. Sekarang, lalu apakah hubungan ini semua dengan Perayaan Hari Kenaikan Tuhan Yesus, sehingga kenaikan-Nya menjadi memiliki dampak bagi hidup kita? Pertama, kenaikan Kristus adalah batas tonggak sejarah iman. Bila sebelum kenaikan, titik berat dari kesaksian Kitab Suci adalah “apa yang Allah lakukan untuk manusia”, maka setelah kenaikan titik beratnya adalah: “apa yang dapat manusia lakukan untuk Allah”. Kedua, masa sebelum kenaikan adalah masa persekutuan dengan-Nya secara fisik, tetapi masa setelah kenaikan adalah masa di mana penyertaan Yesus secara rohani (Matius 28:20). Sehingga Perayaan Kenaikan Tuhan Yesus mengingatkan kita kembali bahwa Dia tidak ada lagi di sini, secara fisik. Namun demikian Dia tetap menyertai kita. Kita juga tidak dibiarkan-Nya gundah bertanya-tanya akan ke manakah nantinya kehidupan ini, karena Perayaan Kenaikan Tuhan Yesus adalah proklamasi Allah bahwa Anak-Nya telah mempersiapkan kepada setiap orang percaya sebagai pewaris suatu “kehidupan yang lain” yaitu sorga sebagaimana Ia telah duduk di sebelah kanan Bapa di sorga.   Saat ini yang terpenting bagi kita adalah tetap memiliki pengharapan tersebut dalam mata hati yang terang, mengenal Allah dengan benar melalui Roh Hikmat yang dari pada-Nya, dan mulai berkarya sebagai tubuh-Nya untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Dimulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi.

Happy Ascension Day ...!!!

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar