Kamis, 28 Maret 2019

BERSUKACITA KARENA KASIH KARUNIA ALLAH (TITUS 2:11-14)


Teks Khotbah: Titus 2:11-14
Khotbah UEM Minggu 31 Maret 2019
Tema: Bersukacita Karena Kasih Karunia Allah

Teks
2:11 Karena kasih karunia  Allah  yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. 2:12 Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini 2:13 dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, 2:14 yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.

Pengantar
Sejak abad 18 para sarjana sepakat menggolongkan Kitab Titus bersama 1-2 Timotius kepada kelompok Surat Pastoral (Penggembalaan). Walaupun nama “penggembalaan” itu sendiri sebenarnya tidak menerangkan isi surat-surat ini keseluruhan karena ia juga berisi tentang aturan organisasi gerejawi. Sederhananya dapat dikatakan bahwa Surat Titus dimaksudkan sebagai wejangan Rasul Paulus kepada rekan sekerjanya yang masih muda bernama Titus di Pulau Kreta/ Crete (disebut juga Kandia), sebelah tenggara Yunani. Penduduk Pulau ini memikiki peradaban tinggi namun bermoral rendah, dihuni mayoritas masyarakat Yunani tetapi juga banyak orang Yahudi di sana. Gunung Ida, gunung tertinggi di sana dipercaya sebagai tempat kelahiran dewa Zeus (dewa Yunani).
Memang memasuki awal abad ke 19, oleh pengaruh Schleiermacher, keotentikan penulis Surat ini mulai dipertanyakan dan sekarang pada umumnya para sarjana menyimpulkan bahwa Surat Titus bukanlah hasil karya Paulus langsung tetapi merupakan pseudo-Paulus/ pseudepigrapher (walaupun tetap umumnya mempertahankan setidaknya ia adalah karya salah satu murid Paulus) yang dituliskan sekitar abad 1 Masehi.[1]

Jumat, 15 Februari 2019

Ibadah yang Benar (Maleakhi 3:13-18)

Maleakhi 3:13-18
Ibadah yang Benar

Teks:
13. Bicaramu kurang ajar tentang Aku, firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Apakah kami bicarakan di antara kami tentang Engkau?”
14. Kamu berkata: “Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam? 
15. Oleh sebab itu kita ini menyebut berbahagia orang-orang yang gegabah: bukan saja mujur orang-orang yang berbuat fasik itu, tetapi dengan mencobai Allahpun, mereka luput juga.” 
16. Beginilah berbicara satu sama lain orang-orang yang takut akan TUHAN: “TUHAN memperhatikan dan mendengarnya; sebuah kitab peringatan ditulis di hadapan-Nya bagi orang-orang yang takut akan TUHAN dan bagi orang-orang yang menghormati nama-Nya.” 
17. Mereka akan menjadi milik  kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia. 
18. Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya.

Penulis dan Konteks Hidup
Dalam studi akademis, tampaknya Kitab Maleakhi ini tidak mendapatkan ruang perdebatan yang sampai menimbulkan ketegangan seperti yang dialami oleh kitab-kitab lain dalam gulungan Nabi-nabi Kecil. Childs (1980:489) menduga “hal ini disebabkan oleh pandangan umum yang melihat bahwa kerumitan yang terdapat dalam Kitab Maleakhi ini tidak sekompleks apa yang ditemukan dalam kitab nabi-nabi kecil yang lainnya. Demikian, pada umumnya para sarjana seolah-olah menyepakai konsensus yang menempatkan kepenulisan Maleakhi pada paruh pertama abad 5 sM sebelum peristiwa reformasi Ezra dan Nehemia.” Tentang ini kita akan menyinggungnya lagi nanti.
Siapakah Maleakhi? Superskripsi (1:1) “Ucapan Ilahi. Firman TUHAN kepada Israel dengan perantaraan Maleakhi”, adalah bentuk sastra yang biasa dalam tulisan kuno, seperti dalam Zakaria 1 dan lainnya. Namun berbeda dari nama kitab umumnya, Maleakhi (Ibr. Mal’aki) adalah gelar/ sebutan yang bearti “pembawa pesan” (utusan), ia bukanlah sebuah nama pribadi. Septuaginta (dan teks Yunani lain) mengartikannya dengan membubuhkan bentuk orang ketiga (pembawa pesan-Nya, his messenger), sedangkan teks Ibrani sendiri sesuai dengan pasal 3:1 menggunakan bentuk orang pertama (pembawa pesan-Ku, my messenger). Ada beberapa teori yang mencoba untuk mencari tahu siapa sebenarnya si “pembawa pesan” ini, tapi tampaknya argumentasi yang dibangun tidaklah begitu kuat, misalnya Bulmerincq yang mengusulkan penulisnya adalah salah seorang asistennya Ezra. Childs (1980:494) menduga bahwa nama pribadi dari nabi yang menuliskan mungkin hilang (atau dihilangkan?) ketika penyebarluasan tulisan ini, dan komunitas Ibrani telanjur mewariskan tradisi bahwa “mal’aki” seolah-olah nama pribadi itu sendiri.
Kapan kitab ini dituliskan? Ada pihak yang menganggap karena Kitab Maleakhi dalam Alkitab terdapat pada urutan akhir sehingga dituliskan paling terakhir, tentu anggapan ini keliru. Seperti yang telah disinggung di atas, Eissfeldt (1966:442-443) juga sepakat dengan kebanyakan sarjana yang meletakkan pentarikhan pada paruh pertama abad 5 sM di antara masa Hagai-Zakaria (520 sM) dengan masa Nehemia-Ezra (400 sM). Mungkin sekali ia sejaman dengan Deutero Yesaya (Yesaya 40-55). Dasar pengusulan ini adalah dengan tampak jelasnya eksistensi kultus Bait Allah serta fakta kehidupan umat yang menaati kultus tapi sekaligus adanya praktik penyembahan ilah lain yang tersebar luas, hal inilah yang nantinya ditentang oleh Ezra dan Nehemia. Periode ini adalah salah satu periode Alkitab yang sangat sedikit informasi yang dapat kita peroleh.