Jumat, 18 September 2015

Selayang Pandang: Mengenal Tata Ibadah Minggu GPP




Tentu saja, bila kita tertarik akan kesejarahan GPP dalam hal ini tentang unsur-unsur ibadah dan liturgi, bahkan tata gereja juga tidak dapat terlepas dari warisan yang diperoleh dari “gereja asal” sebelum ia manjae (tahun 1975) yaitu HKBP.  Walaupun tidak semua unsur yang ada itu diambil-alih seutuhnya, namun asal-muasalnya haruslah dirunut cermat nun dari sana.
Liturgi gereja HKBP menurut sejarahnya berasal dari Kerajaan Prusia, Jerman. Pada waktu itu (abad ke-18, setelah Reformasi Gereja semakin melembaga) terdapat bermacam-macam denomi-nasi (nama, aturan, dan aliran) Gereja di Jerman, tetapi secara umum hanya ada dua aliran Gereja yang ada, yakni Lutheran dan Calvinis. Keyakinan Kaisar yang memerintah Jerman waktu itu adalah apabila agama bersatu (dan hanya satu), maka negara akan menjadi kuat, dan apabila negara kuat, berarti kekuasaan Kaisar juga kuat. Karena itu negara berkepentingan untuk menyatukan berbagai denominasi yang ada di Jerman pada waktu itu, dan salah satu caranya adalah menyatukan tata ibadah yang ada agar menjadi sama di seluruh Jerman. Proses penyatuan ini juga memakan waktu bertahun-tahun dan akhirnya diputuskan untuk menggunakan tata ibadah yang adalah gabungan dari tradisi Lutheran dan Calvinis.

Sehingga versi Tata Ibadah Minggu yang kita pakai sekarang adalah penggabungan kedua tradisi tersebut (dikenal juga sebagai Tata Ibadah Uniert, harfiah: disatukan), yang lahir sebagai sebuah liturgi kompromi di dalam pertentangan. Tata ibadah itu yang dibawa dan dikembangkan lembaga penginjilan RMG ke Indonesia, khususnya di gereja Batak dan di sebagian Kalimantan.
Yang menariknya, tata ibadah Minggu HKBP sendiri telah beberapa kali mengalami perubahan. Agenda pertama (dari bahasa Jerman Agende” atau “Kirchenagende”, dulu di gereja penye-butannya bahkan sempat “Agende”) yang dipakai dicetak pada tahun 1894. Ada yang mengatakan bahwa tahun 1903 agenda sudah disusun, namun  pelaksanaannya tidak seragam di semua gereja. Tahun 1904 agenda gereja Batak yang ditulis Jung dan Steinsieck yang juga berasal dari Prusia disusun 23 orang ahli Teologi Gereja Lutheran dan Reformiert (Calvinis) ditetapkan dua liturgi untuk kebaktian: Khusus Pendeta: Pembacaan Votum dan Introitus, Berita Pengampunan dosa, dan Berkat. Khusus Guru Jemaat dan Penatua: Nyanyian, Hukum taurat, dan Epistel.
Ini berarti Agenda yang dipakai pendeta non-Batak berbeda dengan yang dipakai oleh Guru Huria. Tata ibadah Minggu yang dipakai oleh Guru Huria dan Penatua tidak memiliki Votum, Pengam-punan Dosa, dan Berkat karena dianggap kurang pantas untuk mengucapkan kata-kata tersebut.
Tahun 1906 Agenda cetakan ke-2 disusun oleh Johannes Warneck dan tidak ada pembedaan li-turgi antara Pendeta dan Guru Jemaat atau Pena-tua, hanya formulasi doa berkat yang berbeda.
Tahun 1907, Agenda dicetak ulang tetapi tidak memiliki perubahan yang signifikan. Pada tahun 1918 Agenda disamakan, dan cetakan tahun 1937-lah yang dipakai pada saat ini. Tentu dalam perkembangannya GPP secara substansi tidak mengubah secara mendasar, hanya saja terdapat penyederhanaan tata letak yang memudahkan Liturgis (paragenda) memandu ibadah.
Tata Ibadah GPP dan Artinya
Setiap urutan dalam tata ibadah GPP memiliki makna yang dalam. Banyak dari anggota jemaat yang mungkin hanya mengikuti Ibadah Minggu di GPP tanpa mengetahui makna dari setiap acara. Hal ini mungkin menjadi penyebab kenapa ada sebagian orang yang mengatakan bahwa mereka merasa bosan dan tidak bergairah mengikuti iba-dah tersebut, karena kita sendiri tidak tahu apa yang kita ikuti! Berikut adalah urutan dalam Tata Ibadah Minggu biasa yang tertulis di Agenda GPP. Berikut urutannya sesuai dengan yang tertuang dalam Agenda GPP, beserta pemaknaannya.
·  Sebelum memasuki acara yang pertama, jemaat telah memasuki ruang kebaktian dan bersiap menunggu lonceng dibunyikan (di beberapa ge-reja mungkin tradisi ini tidak ada, mungkin kare-na keterbatasan). Setelah lonceng dibunyikan, jemaat akan bersaat teduh (martangiang na hohom) untuk menyerahkan diri kepada Tuhan, menyiapkan hatinya untuk mengikuti ibadah.
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian pembukaan ini sebenarnya merupakan nyanyian panggilan beribadah. Tetapi hati kita sudah harus siap untuk mengikuti ibadah sejak lonceng dibunyikan. Karena itu, nyanyian ini adalah kesiapan hati kita untuk mengikuti panggilan ibadah tersebut.
·  Votum, Introitus, dan Doa Pembukaan
Votum (dari bahasa Latin, artinya: keinginan) adalah meterai pertanda bahwa Allah hadir di dalam ibadah tersebut dengan ucapan: “Di dalam Nama Allah Bapa, dan Nama Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Nama Roh Kudus.” Inilah yang membedakan ibadah dengan pertemuan biasa, ibadah adalah persekutuan umat percaya yang menyambut kedatangan dan kehadiran Allah.
Introitus (Latin: pengantar prosesi) adalah per-nyataan atau ajakan yang dikutip dari nas Alki-tab. Bacaan ini diambil berdasarkan Minggu Ge-rejawi tertentu. Nas Alkitab ini juga menan-dakan bahwa jemaat sedang berada dalam sua-sana perayaan Minggu Gerejawi tertentu. Nas Alkitab ini disambut jemaat dengan menya-nyikan “Haleluya” yang artinya “Pujilah Tuhan!”
Sambutan Jemaat disusul dengan doa pembu-kaan menekankan unsur kebersamaan. Doa ini disampaikan bersama, memohon agar Tuhan Allah mengatur dan memimpin ibadah tersebut.
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian ini harus sesuai dengan Hari Raya Gerejawi.
Dan juga merupakan respons Jemaat terhadap doa pembukaan.
·  Pembacaan Hukum Tuhan
Bagian ini adalah lanjutan dari nyanyian pembu-kaan dalam ibadah. Maksudnya, dengan memer-dengarkan serta memahami Hukum Taurat dari Allah, anggota Jemaat yang beribadah sadar akan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran yang dia lakukan (Roma 3:20b). Hukum Taurat yang dibacakan bisa juga berfungsi sebagai cermin diri dan peringatan akan dosa kita. Jemaat me-nyambut dengan memohon kekuatan untuk me-lakukan Taurat-Nya. Umat diingatkan akan tang-gung jawab orang percaya dalam hidup sehari-hari secara vertikal dan horizontal. Bagian ini tidak harus bersumber atas kesepuluh Hukum (Dasa Titah) tetapi juga dari nas tertentu lainnya (bahkan mungkin nantinya dapat ditambahkan dari Buku Tata Gereja atau Siasat Gereja GPP).
Dalam tata ibadah Lutheran yang asli, tidak ditemukan bagian ini (Dasa Titah ataupun nas-nas lain yang menggantikannya). Ini adalah contoh yang baik dari tesis penggabungan antara Tradisi Lutheran dan Calvinis (Uniert).
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian ini berisi respons Jemaat atas harapan Allah untuk menjalankan hukum Tuhan. Isi nya-nyian ini harus berkaitan dengan Hukum Taurat.
·  Pengakuan Dosa
Umat tidak dapat terus berjalan tanpa dosanya diampuni oleh Tuhan, karena dosa itu pemisah hubungan antara Tuhan dan manusia. Supaya hubungan itu dipulihkan maka dari manusia perlu pengakuan bahwa dirinya berdosa. Jemaat memohon dalam kerendahan hati dan mengiba kepada Tuhan agar dosanya diampuni (Lukas 15:21). Untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Allah, maka segala dosa harus terlebih dahulu dibersihkan. Setelah berdoa, janji Allah akan pengampunan dosa kita akan dibacakan. Allah mengampuni dosa dari orang yang telah mengakui dan menyesali dosa-dosanya (Yehez-kiel 33:11). Setelah mendengar pengampunan dosa, kita bersukacita dan memuji Tuhan de-ngan mengucapkan “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Maha Tinggi. Amin.”
Dalam Forum Pertemuan Pendeta terdahulu telah dirumuskan adanya nyanyian (dan boleh hanya diiringi musik) di antara “Pengakuan” dan “Pengampunan”, hanya saja memang belum direvisi dan dituangkan dalam Agenda GPP.
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian ini adalah respon Jemaat atas pengampunan dosanya.
·  Pembacaan Firman (Epistel)
Setelah umat mengakui dosanya, maka Allah datang menyapa umat-Nya melalui Firman yang dibacakan sebagai petunjuk hidup baru. Ini adalah kata-kata Allah menyapa umat-Nya mela-lui surat kiriman (Epistel), yang isinya untuk mendorong umat berbuat baik dan bersaksi. Se-telah pembacaan Alkitab, Liturgis membacakan “Berbahagialah mereka yang mendengarkan dan memelihara Firman Allah. Amin.” Perkataan ini bermaksud agar umat mengingat bahwa Firman Allah adalah untuk diindahkan, bukan untuk didiamkan saja.
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian ini adalah respon umat atas pem-bacaan Alkitab. Karenanya, nyanyiannya pun harus sesuai dengan pembacaan Epistel.
·  Pengakuan Iman Rasuli
Jemaat dipanggil kembali untuk mengucapkan pengakuan umat Allah sepanjang abad kepada Allah bersama-sama dengan seluruh umat Allah di dunia ini, baik jemaat terdahulu, maupun jemaat terkini dan jemaat yang akan datang.
Bagian ini adalah bagian yang harus ada dalam setiap ibadah Umat Kristen karena melalui bagian ini kita mengucapkan pengakuan iman kita akan Trinitas: Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Kita mengakui ini karena dosa yang telah dihapuskan dan Firman Allah (Epistel) yang telah dibacakan mendorong kita untuk mengakui iman kepercayaan kita.
·  Warta Jemaat
Bagian ini seringkali dirasa tidak perlu terdapat di dalam ibadah (misalnya, di pada umumnya gereja Calvinis yang membaca warta jemaat di luar ibadah). Namun, GPP memasukkan Warta Jemaat sebagai bagian dari ibadah karena se-mua kegiatan Jemaat adalah karya Allah dalam hidup kita. Karena itu, Warta Jemaat sebenarnya hanya berisi hal-hal yang ada kaitannya langsung dengan kehidupan Jemaat. Setelah Warta, Jemaat mendoakan hal-hal tersebut.
·  Doa Syafaat
Syafaat (Arab: syafaah, Ibrani: syofet, Inggris: intercession) artinya: perantara, berada antara pelayanan mimbar dan altar (antara pemberitaan firman dan persembahan atau misa). Luther melakukan seperti itu.
·  Nas Persembahan
Merujuk bahwa memberikan Persembahan adalah warta Firman Allah, sebagai perwujudan kesetiaan kita pada perjanjian antara umat dengan Allah.
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian ini merupakan respons jemaat akan pengakuan imannya, sekaligus pengantar untuk khotbah yang akan didengarkan. Persembahan I dan II juga dikumpulkan pada pada waktu ini. Hal ini berarti bahwa mereka yang bersaksi melalui Pengakuan Iman, bersaksi juga melalui pengakuan akan berkat Tuhan yang diterimanya dan kesediaan hatinya untuk memberikan “persembahan syukur” sesuai dengan Taurat.
·  Khotbah
Sesuai dengan Tradisi Lutheran, Khotbah adalah puncak dari acara Ibadah Minggu. Semua bagian dari Ibadah Minggu tidak boleh lepas dari nas khotbah yang akan disampaikan. Khotbah bu-kanlah pidato atau ceramah, melainkan Allah yang berbicara melalui pengkotbah, sebagai bekal hidup, pegangan dan penuntun hidup Jemaat.
·  Nyanyian Bersama
Nyanyian bersama ini adalah untuk merespons Firman Tuhan yang baru saja didengar, dan sekaligus sebagai penekanan kembali khotbah tersebut. Karena khotbah adalah klimaks, maka menurut saya, sebaiknya tidak ada lagi acara yang dilakukan setelah khotbah selain Pengum-pulan Persembahan (III) sebagai respon dari Firman Tuhan, dan perwujudnyataan tanggung jawab jemaat atas tugas pelayanan (diakonia).
·  Doa Persembahan dan Nyanyian Persembahan
Sebelum pulang ke tempat masing-masing jemaat masih diajak untuk mendoakan per-sembahan yang telah diberikan karena segala sesuatu perlu dibawa di dalam Dia (Kolose 1:3). Jemaat menyambut doa tersebut dengan nyanyian bersama, yang menyatakan persemba-han hati dan nyanyian adalah dupa terbaik bagi Allah (BE 307:3). Menariknya, dalam Agenda GPP berbahasa Indonesia terdapat nyanyian bersama “Bersukaria pujilah Tuhan ...”, adalah terjemahan yang baik dari BE 307:3, dan hanya GPP yang memilikinya (atau mungkin ke depannya dapat diusulkan untuk dicantumkan dalam Buku Ende khusus GPP?).
·  Doa Penutup/Doa Bapa Kami
Jika ibadah Minggu dibuka dengan doa, maka diakhir juga dengan doa. Doa penutup juga harus disesuaikan dengan Hari Raya Gerejawi. Setelah itu doa tersebut disambung dengan Doa Bapa Kami. Ini merupakan doa yang mencakup segala kepentingan Allah dan kebutuhan manusia. Itulah sebabnya ini menjadi bagian akhir pada doa penutup.
·  Doxologi
Doxologi adalah bagian dari Doa Bapa Kami yang dinyanyikan Jemaat (sejak jemaat abad pertama, 2000 tahun yang lalu!) sebagai respons atas seluruh karya anugerah Allah. Allah dipuji dan dimuliakan karena Dia adalah pemilik segala sesuatu dan pemberi segala sesuatu (Matius 6:13).
·  Berkat
Berkat yang ditulis di Bilangan 6:24-26 adalah berkat yang juga diberikan kepada Umat Israel. Melalui berkat ini kita memahami bahwa Allah juga telah memberkati Jemaat dengan berkat yang sama. Sebegai sambutan iman, maka Jemaat menyanyikan “Amin, Amin, Amin!”, yang berarti “ya benar! Terjadilah.”
Sebuah Catatan Reflektif
Beberapa pihak pernah mengusulkan untuk merevisi Tata Ibadah Minggu GPP, dengan alasan yang beragam. Tentunya pandangan yang lumrah karena Gereja memang harus selalu diperbaharui, termasuk tata ibadahnya. Dalam beberapa kali Forum Pertemuan Pendeta, isu ini telah dicoba untuk dipergumulkan, namun sejauh ini belum mencapai suatu konsensus bersama, dalam arti rujukan tertulis yang akhirnya dibakukan dalam Buku/Agenda GPP (mungkinkah dapat menjadi salah satu agenda Sinode Agung mendatang, atau adanya terbentuk Komisi Liturgi GPP?).
Namun demikian, penting selalu diingatkan bahwa Tata ibadah Minggu GPP sebenarnya memiliki makna liturgis yang sangat dalam. Banyak dari Jemaat yang kurang mengetahui arti setiap acara dalam ibadah tersebut. Masalah utama adalah kurangnya sosialisasi arti liturgis Tata Ibadah Minggu GPP ini.
Bagi pemuda dan remaja pemilihan lagu dalam kebaktian umum sering dirasakan kurang cocok dengan jiwa mudanya. Karena itu, sebaiknya pemuda dan remaja yang dibimbing oleh para Pelayan Tahbisan memilih lagu yang sesuai dengan memerhatikan penempatan lagu-lagu di atas. Karena ibadah yang dapat disebut sebagai ibadah harus memenuhi kaidah-kaidah liturgi yang benar: keutuhan, berirama, dan seimbang. 
Persiapan pemain musik dalam ibadah juga penting, karena musik dapat mengantar kita ke dalam sebuah penghayatan yang dalam, dan dapat juga membawa kita jatuh ke dalam pencobaan. Pemu-sik harus selalu ingat bahwa mereka bertugas untuk mengiringi jemaat, karena itu persiapan yang baik perlu dilakukan. Tata ibadah alternatif dengan pemilihan lagu di luar Buku Ende dan Kidung Jemaat tentu tetap dimungkinkan selama mereka dilakukan dengan penuh kesadaran litur-gis. Yang dimaksud kesadaran liturgis adalah de-ngan mengindahkan kaidah urutan liturgis yang ada dalam Tata Ibadah Minggu GPP. Ibadah “harus berlangsung dengan sopan dan teratur”   (1 Korintus 14:40).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar